Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah seperangkat
aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus
dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau
segolongan masyarakat atau profesi”. Dari asal usul kata, Etika berasal dari
bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat / kebiasaan yang baik
perkembangan etika yaitu studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Etika disebut juga filsafat moral
adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus
bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini
masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan
santun.
Etika sebagai disiplin ilmu
berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai – nilai,
dan norma perilaku norma manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam etika
masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan,
sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang
berlainan. Berikut ini beberapa teori etika:
1.
Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua
konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, adalah suatu teori yang
menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat
diri (self servis). Menurut teori ini, orang bolah saja yakin ada tindakan
mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang
terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah
ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri.
Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli
pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan
dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).
Tindakan berkutat diri ditandai
dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan
tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis:
a. Egoisme etis tidak mengatakan
bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
b. Egoisme etis hanya
berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri.
c. Meski egois etis berkeyakinan
bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri, tetapi egoisme etis
juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan menolong orang lain
d. Menurut paham egoisme etis,
tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri
sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan
kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka
memenuhi kepentingan diri.
e. Inti dari paham egoisme etis
adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi
orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang membuat
tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri
sendiri. Alasan yang mendukung teori egoisme:
a. Argumen bahwa altruisme adalah
tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli terhadap orang lain
merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih kepada orang
lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.
b. Pandangan terhadap kepentingan
diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas akal sehat. Pada
akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan
dari prinsip fundamental kepentingan diri. Alasan yang menentang teori egoisme
etis:
a. Egoisme etis tidak mampu
memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita memerlukan aturan moral karena
dalam kenyataannya sering kali dijumpai
kepentingan-kepentingan yang bertabrakan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang.
Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran
atas timbulnya rasisme.
2.
Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan
dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat
(the greatest happiness of the greatest number). Paham utilitarianisme sebagai
berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi,
atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam mengukur akibat dari
suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan
atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan
paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh
manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan
paham utilitarianisme melihat dari sudut
pandang kepentingan orang banyak.
Kritik terhadap teori
utilitarianisme:
a. Utilitarianisme hanya
menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan
aspek rohani.
b. Utilitarianisme mengorbankan
prinsip keadilan dan hak individu /minoritas demi keuntungan mayoritas orang
banyak.
3.
Deontologi
Paradigma teori deontologi saham
berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang keduanya sama-sama
menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu
(egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan
itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu
atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak
etis. Teori yang
menilai suatu tindakan
berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut
teori teleologi Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan
hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi justru
mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali
dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi
suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya
suatu tindakan. Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi
kewajiban itu sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan
kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan.
Moralitas hendaknya bersifat otonom dan harus berpusat pada pengertian manusia
berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti
kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional. Walaupun teori deontologi tidak
lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan tindakan sebagaimana
teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat kritikan tajam
terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun teorinya hanya berlandaskan
pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa karena manusia bermartabat,
maka setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban
moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban
itu sendiri.
4. Teori
Hak
Suatu tindakan atau perbuatan
dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan HAM. Menurut
Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari deontologi (teori kewajiban)
karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan
hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi
orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat
dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi manusia didasarkan
atas beberapa sumber otoritas, yaitu
a. Hak hukum (legal right),
adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu negara, di mana
sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar negara yang
bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan
(moral, human right), dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau
dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam
arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan
individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain
c. Hak kontraktual (contractual
right), mengikat individu-individu yang membuat
kesepakatan/kontrak bersama dalam
wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak. Teori hak atau yang lebih
dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak mendapat dukungan masyarakat
dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri merupakan salah satu sumber hukum
penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam PBB disebutkan ketentuan umum tentang
hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB telah mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM
universal pada tahun 1948, yang lebih dikenal dengan nama Universal Declaration
of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan semua negara di dunia dapat menggunakan
UdoHR
sebagai dasar bagi penegakan HAM
dan pembuatan berbagai undang-undang/peraturan yang berkaitan dengan penegakan
HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur hak-hak
kemanusiaan, antara lain mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan,
kebebasan dari penahanan, peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak
memperoleh memperoleh peradilan umum
yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan dalam mengeluarkan
pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau buruk menurut
nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.
5. Teori
Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari
manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang
etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi mempertanyakan
suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter
yang harus dimiliki oleh seseorang agar
bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang
mencerminkan manusia hina. Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai
disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan
dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu
melakukan tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan
contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati.
Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain:
kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.
6. Teori
Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua
penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia
selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh
kebahagiaan surgawi. Teori etika
teonom dilandasi oleh filsafat kristen, yang mengatakan bahwa karakter moral
manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak
Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak
Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik
bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah
sebagaiman dituangkan dalam kitab
suci. Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak
bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak.
Kelemahan teori etika Kant teletak pada
pengabaian adanya tujuan mutlak,
tujuan tertinggi yang harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan
etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila
moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat manusia. Segala sesuatu
yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional
karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang
dimiliki manusia.
Fungsi Etika
1.
Sebagai subyek: untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakan benar, buruk atau baik.
2.
Sebagai obyek: cara melakukan sesuatu (didasarkan
pada moralitas)
3.
Sarana untuk memperoleh orientasi kritis
berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan.
4. Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual
yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
5. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil
sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Jenis Etika
1.
Etika Deskriptif
a)
Etika yang berbicara tentang suatu fakta, yaitu
tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas
yang membudaya dalam kehidupan masyarakat
b) Etika yang menyoroti secara rasional dan kritis
tentang apa yang diharapkan manusia mengenai sesuatu yang bernilai
c) Misalnya: adat istiadat, kebiasaan, hal yang
dianggap baik/buruk, tindakan yang boleh dilakukan
2.
Etika Normatif
a) Etika yang memberikan penilaian serta himbauan
kepada manusia tentang bagaimana bertindak sesuai dengan norma yang berlaku
b)
Etika yang mengenai norma – norma yang menuntun
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari – hari
c) Misalnya: (individu) kejujuran, kedisiplinan,
loyalitas; (masyarakat) etika bisnis, etika komunikasi, dll
Perbedaan
Kedua Jenis Etika :
a)
Etika Deskriptif:
Memberikan
gambaran dan membahas fakta yang berkembang di masyarakat, dengan tanpa
memberikan interpretasi secara tajam dan lugas
b)
Etika Normatif:
Melakukan penilian
sekaligus memberikan norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan
Sanksi Etika
1.
Sanksi Sosial
Sanksi ini diberikan oleh
masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang. Pelanggaran yang terkena
sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan kecil, ataupun pelanggaran yang
dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang diterima akan ditentukan oleh
masyarakat, misalnya membayar ganti rugi dsb, pedoman yang digunakan adalah
etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
2.
Sanksi Hukum
Sanksi ini diberikan oleh pihak
berwenang, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan
tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun
perdata. Pedomannya suatu KUHP.
Sumber :
Bsanti.staff.gunadarma.ac.id
Staff.uny.ac.id
www.academia.edu