Jumat, 28 November 2014

TUGAS PAPER

PERAN PROFESIONALISME AUDITOR DALAM MENGUKUR TINGKAT
MATERIALITAS PADA PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

RATRI PUSPANINGRUM
UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAKSI
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor dan menerima pendapat wajar tanpa pengecualian, diharapkan dapat memberikan jaminan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material dan disajikan dengan prinsip akuntansi umum diterima. Permintaan utama Profesionalisme seseorang yang bekerja sebagai auditor. Gambar seseorang yang professional dalam profesi auditor tercermin dalam lima dimensi: dedikasi terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan dalam aturan profesi, dan hubungan dengan rekan-rekan. Dalam melakukan audit keuangan laporan, auditor diminta untuk membuat pertimbangan tingkat materialitas dalam perencanaan dan perancangan Audit prosedur, serta penilaian kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
Kata kunci: Auditor Profesionalisme, Materialitas, Pemeriksaan Laporan Keuangan

PENDAHULUAN
Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Laporan keuangan perusahaan dimanfaatkan oleh pemilik perusahaan untuk menilai pengelolaan dana yang  dilakukan oleh manajemen perusahaan. Manejemen perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga agar pertanggungjawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat dipercaya, sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil oleh mereka.Pihak ketiga yang dimaksud di atas adalah akuntan publik. Dari profesi inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas yang tidak memihak
terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002:3). Alasan utama adanya profesi akuntan publik adalah untuk melakukan fungsi pengesahan atau meyakinkan akan kewajaran laporan keuangan. Fungsi pengesahaan ini ada dua tahap: Pertama, auditor harus melakukan pengauditan (pemeriksaan laporan keuangan); hal ini dilakukan untuk memperoleh bukti yang obyektif dan relevan sehingga auditor tersebut dapat menyatakan pendapatnya terhadap laporan keuangan yang diauditnya. Kedua adanya penyusunan laporan keuangan yang dituju kepada pemakai laporan keuangan yang memuat pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan yang bersangkutan (Ikatan Akuntan Publik Indonesia, 2007). Gambaran seorang yang profesional dalam profesi eksternal auditor (Hastuti, Indarto, dan Susilowati, 2003) dicerminkan kedalam lima hal yaitu pengabdian pada profesi (dedication),  kewajiban sosial (socialabligation), hubungan sesama profesi (community affiliation), kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand), dan keyakinan terhadap profesi ( belief selfregulation).Dalam melakukan proses pemeriksaan laporan keuangan, auditor diharuskan untuk melakukan pertimbangan tingkat materialitas dalam perencanaan dan perancangan prosedur audit, serta pada saat mengevaluasi kewajaran laporan keuangan secara kesuluruhan. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dillihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahaan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi, 2002:134). Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik, maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Standar pengauditan mencakup mutu profesional auditor, independensi, pertimbangan yang digunakan dalam laporan pelaksanaan dan penyusunan laporan audit. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa tingkat materialitas merupakan pertimbangan tingkat professional yang harus dilakukan selama proses audit berlangsung.

PEMBAHASAN
Pengertian Audit
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 2006:1). Auditing juga merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002:9). Pemahaman tentang auditing berdasarkan sudut pandang profesi akuntan publik merupakan pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi, 2002:11).

Tipe Audit
Auditing umumnya digolongkan menjadi 3 golongan yakni (Arens dan Loebbecke, 2006):
1. Audit Laporan Keuangan
Audit Laporan Keuangan adalah audit yang  dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam Audit Laporan Keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran Laporan Keuangan atas dasar kesesuainnya dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2. Audit Kepatuhan
Audit kepatuhan adalah audit yang tujuaannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.
3.  Audit Operasional
Audit Operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Pihak yang memerlukan audit opersional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.
Proses Audit
Audit merupakan suatu proses dimana dalam pelaksanaannya harus mengikuti tahap-tahap sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Arens dan Loebbecke (2006), proses audit adalah metodologi pelaksanaan audit yang jelas untuk membantu auditor dalam mengumpulkan bahan bukti pendukung yang kompeten. Untuk mencapai tujuan audit, makadiperlukan beberapa proses dalam pelaksanaannya, terdapat empat tahap audit yaitu:
1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit
Dalam setiap audit ada bermacam-macam cara yang dapat ditempuh seorang auditor dalam pengumpulan bahan bukti untuk mencapai tujuan audit secara keseluruhan. Dua perhitungan yang mempengaruhi pendekatan yang akan dipilih adalah bahan bukti yang kompeten yang cukup yang harus dikumpulkan untuk memenuhi tanggung jawab profesional dari auditor dan biaya pengumpulan barang bukti harus ada.
2. Pengujian pengendalian dan transaksi
Pengujian pengendalian dimaksudkan untuk menguji keefektifan pengendalian yang telah ditetapkan tingkat resikonya berdasarkan identifikasi pengendalian.Pengujian atas transaksi dimaksudkan untuk memeriksadokumentasi transaksi dalam tujuan pengujian atas pengendalian.
3. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo
Prosedur analitis digunakan untuk menetapkan kelayakan transaksi dan saldo secara keseluruhan.Pengujian terinci atas saldo adalah prosedur khusus untuk menguji kekeliruan moneter dalam saldo-saldo laporan keuangan.
4. Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit
Setelah semua prosedur diselesaikan, dilakukan penggabungan seluruh informasi yang didapat untuk memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan. Proses ini sangat subyektif dan sangat tergantung pada pertimbangan profesional auditor.Pengertian Profesionalisme Auditor Bidang akuntansi telah melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan label “profesi”.Badan yang menyusun standar, proses pengujian dan lisensi, asosiasi profesional, dan kode etik merupakan bukti adanya struktur profesional untuk akuntansi dan akuntan. Sikap Profesional tercermin pada pelaksanaan kualitas yang merupakan karakteristik atau tanda suatu profesi atau seorang profesional. Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menerapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan (Herawati dan Susanto, 2009:13-20). Menurut Lekatompessy (2003), profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual, dimana profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Kalbers dan Fogarty, 1995) dalam Wahyudi dan Mardiyah, 2006). Konsep dari profesionalisme lebih ditekankan pada kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan standar pekerjaan tersebut. Sebuah profesi memang menuntut adanya profesionalisme karena sebuah profesi memiliki aturan-aturan yang harus dipenuhi dan ditaati. Profesionalisme bisa dilihat dari perilaku karena perilaku profesional merupakan cerminan dari sikap profesionalisme. Untuk itu, penekanan pada tingkat profesionalisme lebih didasarkan pada sikap seseorang dalam menyingkapi berbagai masalah sehubungan dengan pekerjaan yang harus ditanganinya (Fridati, 2005). Ketika seseorang dengan profesi tertentu mampu bersikapbijaksana dilihat dari tuntutan tanggung jawab sesuai dengan profesinya, maka seseorang  tersebut bisa dikatakan profesional. Pengukuran Profesionalisme AuditorDalam pengukuran seorang auditor yang profesional terdapat lima elemen profesionalisme tersebut yang telah dirumuskan kembali sebagai berikut (Hastuti dkk., 2003):
1. Profesionalisme pengabdian terhadap profesi
Dicerminkan melalui dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki dan tetap melaksanakan profesinya meskipun imbalan ekstrinsiknya berkurang. Pengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif (Noviyani dan Bandi, 2002). Sikap  ini berkaitan dengan ekspresi dari pencurahan diri secara keseluruhan terhadap pekerjaan dan sudah merupakan suatu komitmen pribadi yang kuat, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi.
2. Profesionalisme Hubungan dengan rekan seprofesi
Hubungan dengan sesama profesi menggunakan ikatan profesi sebagai acuan termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.
3.   Profesionalisme kewajiban sosial
Kewajiban sosial merupakan pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Sikap profesionalisme dalam pekerjaan tidak terlepas dari kelompok orang yang menciptakan sistem suatu organisasi tersebut. Hal ini berarti bahwa atribut profesional diciptakan sehingga layak diperlakukan sebagai suatu profesi.
4.   Profesionalisme kemandirian
Kebutuhan untuk mandiri merupakan suatu pandangan seorang professional auditor yang harus mampu membuat keputusan sendiri dalam penentuan tingkat materialitas tanpa tekanan pihak lain. Adanya intervensi yang datang dari luar dianggap sebagai hambatan yang dapat mengganggu otonomi profesional. Banyak orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak bagi mereka dan hak istimewa untuk membuat keputusan-keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Kemandirian akan timbul melalui kebebasan yang diperoleh. Dalam pekerjaan yang terstruktur dan dikendalikan oleh manajemen secara ketat, akan sulit menciptakan tugas yang menimbulkan rasa kemandirian dalam tugas.
5. Profesionalisme keyakinan terhadap peraturan profesi.
Sikap ini adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang dan berhak untuk menilai pekerjaan profesional adalah sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompeten dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. Auditor harus selalu meningkatkan profesionalisme sehingga mereka accountable baik terhadap orang lain ataupun diri sendiri. Oleh karena itu pendidikan profesionalisme berkelanjutan mutlak diperlukan baik menyangkut komputerisasi data kompleksitas transaksi terbaru dibidang audit maupun perubahan dari bidang keuangan yang menyangkut pengukuran nilai mata uang. Pedoman Auditor untuk Berperilaku Profesional Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) berwenang menetapkan standar (pedoman) dan aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan- persyaratan ini dirumuskan oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAPI. Pedoman-pedoman yang bisa menjadi pijakan seorang auditor untuk berperilaku profesionalisme (IAPI, 2007) diantaranya adalah:
1. Standar Auditing
Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Komite Standar Profesional Akuntan Publik IAPI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing.Standar auditing ini sebagai  bentuk penyempurnaan dari standar sebelumnya yang disebut sebagai Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA).
2. Standar kompilasi dan penelaah laporan keuangan
Komite SPAP IAPI dan Compilation and Review Standards Committee  bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai pertanggung jawaban akuntan publik sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak di audit. Pernyataan ini di Amerika serikat disebut Statments on Standards for Accounting and Review Services dan di Indonesia disebut Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review atau PSAR. PSAR disahkan 1 Agustus 1994 menggantikan pernyataan NPA sebelumnya mengenai hal yang sama.
3. Standar atestasi
Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
4. Standar Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi merupakan panduan bagi praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Sifat dan  lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya.Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.
5. Standar Pengendalian Mutu
Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan panduan bagi  kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan PublikInstitut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.Dalam menghasilkan kualitas kerja tinggi seorang auditor harus menerapkan prinsip etika profesional.Tuntutan etika profesi harus diatas hukum tetapi dibawah standar ideal agar etika tersebut mempunyai arti dan berfungsi sebagaimana mestinya.Secara umum ada enam prinsip etika profesi auditor (Herawati dan Susanto, 2009) yaitu tanggung jawab, kepentingan publik, integritas, obyektivitas dan independensi, kecermatan dan keseksamaan, lingkup dan sifat jasa.
Pengertian Materialitas
Materialitas menurut Arens dan Loebbecke (2006:260) adalah jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut. Definisi materialitas tersebut mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan baik keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan. Konsep materialitas menunjukkan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh seorang auditor agar para pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut (Widjaya, 2005 dalam Herawati dan Susanto, 2009). Pedoman materialitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya sesuatu/informasi yang dikatakan material (Wahyudi dan Mardiyah, 2006).Konsep materialitasmenyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi keuangan seharusnya dikomunikasikan dalam laporan akuntansi, hanya informasi yang material yang seharusnya disajikan.Informasi yang tidak material seharusnya diabaikan atau dihilangkan. Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (IAPI, 2007). Beberapa kajian tentang pertimbangan tingkat materialitas berfokus pada penemuan tentang jumlah konsisten yang ada diantara para professional dalam membuat pertimbangan tingkat materialitas (Wahyudi dan Mardiyah, 2006). Penentuan Pertimbangan Tingkat Materialitas Idealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji dalam laporan keuangan yang akan dipandang material. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembanganyang baru. Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan terpenting yang diambil oleh auditor, yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.
Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup.Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan dari pada jumlah yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materilitas. Sebabsebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar. Laporan keuangan mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan disajikan secara tidak wajar dalam semua hal yang material. Salah saji dapat terjadi akibat dari kekeliruan ataupun kecurangan(IAPI,  2007).
Peran Profesionalisme Auditor terhadap Materialtias
Seorang auditor mempertimbangkan tingkat materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Laporan keuangan dapat mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individu maupun keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan yang keliru prinsip akuntansi tersebut, penyimpangan fakta, atau dihilangkannya informasi yang diperlukan (Yendrawati, 2008). Terdapat berbagai tolok ukur dari seorang auditor dapat dikatakan sebagai auditor yang profesional. Adapun tolak ukur tersebut didasarkan pada dimensi-dimensi profesionalisme auditor, diantaranya adalah: pengabdian auditor terhadap profesi, kesadaran auditor akan kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan sesama profesi. Peran profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas mengidentifikasikan hubungan setiap dimensi yang meliputi: pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi, hubungan dengan rekan seprofesi dapat disimpulkan bahwa profesionalisme auditor memiliki arah hubungan positif (Fridati, 2005).
1. Peran Pengabdian terhadap Tingkat Materialitas
Pengabdian terhadap profesi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keungan (Yendrawati, 2008). Namun lain halnya dengan Fridati (2005) yang menyatakan bahwa pengabdian terhadap profesi mempunyai peran positif dalam pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki tingkat pengabdian profesi yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Pengabdian terhadap profesi yang tinggi dapat dilihat dari penggunaan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman auditor dalam menentukan tingkat ketepatan materialitas dan dalam melaksanakan keseluruhan proses audit, keinginan untuk tetap tinggal dan bekerja sebagai auditor apapun yang terjadi dan kepuasan batin yang didapat karena berprofesi sebagai auditor dan memiliki cita-cita sebagai auditor sejak dulu. Jika dilihat secara komprehensif, maka pengabdian kepada profesi seharusnya memiliki pengaruh terhadap tingkat kecermatan auditor dalam menilai batas materialitas. Ketika seorang auditor memliki pengabdian terhadap profesi semakin tinggi berarti semakin tergerak untuk lebih memahami secara detail mengenai batasan dari materialitas itu sendiri.
2. Peran Kewajiban Sosial terhadap Tingkat Materialitas
Kewajiban sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan (Yendrawati, 2008). Pernyataan tersebut berbeda halnya dengan pernyataan Fridati (2005) yang menyatakan bahwa kewajiban sosial mempunyai hubungan positif dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki kesadaran kewajiban sosial yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Kewajiban sosial didefinisikan sebagai kesadaran akan pentingnya profesi auditor di tengah masyarakat dan manfaat yang akan didapat oleh masyarakat dengan adanya profesi auditor tersebut. Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas dipengaruhi oleh kesadaran auditor terhadap kepercayaan publik yang  diberikan padanya. Jika dikaji secara komprehensif juga bisa dinyatakan bahwa seharusnya ketika seorang auditor merasa memiliki kewajiban sosial yang tinggi maka seharusnya memiliki kecermatan yang tinggi pula yang identik dengan
semakin tingginya tingkat materialitas yang dipahami oleh auditor.
3. Peran Kemandirian terhadap Tingkat Materialitas
Kemandirian tidak berhubungan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan (Yendrawati, 2008). Namun Fridati (2005) mengidentifikasi bahwa kemandirian mempunyai peran positif dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki tingkat kemandirian yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Kemandirian sikap mental yang dimiliki oleh auditor diterapkan dalam merencanakan, melaksanakan pemeriksaan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Jika dikaji secara komprehensif juga bisa dinyatakan bahwa ketika  seorang auditor semakin tidak mandiri berarti auditor tersebut mulai berat sebelah dalam memberikan penilaian atas hasil audit untuk kepentingan memberikan perlindungan pada pihak tertentu.
4. Peran Keyakinan terhadap Tingkat Materialitas
Keyakinan terhadap profesi mempunyai peran positif dalam pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki tingkat keyakinan terhadap profesi yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam menentukan pertimbangan tingkat materialitas yang tinggi pula. Keyakinan terhadap profesi merupakan bentuk kepercayaan auditor terhadap kompetensi profesi auditor, bahwa yang berhak untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan seprofesi yang memiliki kompetensi dan pengetahuan di bidang ilmu dan pengetahuan mereka. Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh komitmen auditor terhadap pekerjaannya dan kepercayaan auditor terhadap peraturan profesi (Yendrawati, 2008). Hal ini sependapat dengan Fridati (2005) yang menyatakan bahwa keyakinan terhadap profesi memiliki keterkaitan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Artinya, bila auditor memiliki tingkat keyakinan terhadap profesi yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh komitmen auditor terhadap pekerjaannya dan kepercayaan auditor terhadap peraturan profesi.
5. Peran dengan sesama Profesi terhadap Tingkat Materialitas
Hubungan dengan sesama profesi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan (Yendrawati, 2008). Hasil kajian ini berbeda dengan hasil kajian Fridati (2005) yang menjelaskan bahwa hubungan dengan profesi memiliki peran positif terhadappertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Hubungan dengan sesama  profesi dibuktikan dengan menjadi anggota organisasi profesi, ikut berpartisipasi dan berinteraksi dengan sesama profesi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh organisasi dan yang paling utama adalah perasaan memiliki organisasi profesi dimana auditor bekerja. Ketepatan penentuan tingkat materialitas ditentukan oleh hubungan auditor dengan sesama profesi. Jika dikaji secara obyektif, maka bisa dijelaskan bahwa ketika auditor tergabung dalam profesi makaseharusnya memiliki komitmen yang semakin tinggi terhadap tugas yang diembannya sehingga mempengaruhi terhadap tingkat kecermatan dalam menilai batasan materialitas.

KESIMPULAN
Dalam melakukan proses audit laporan keuangan, auditor diharuskan untuk melakukan pertimbangan tingkat materialitas dalam perencanaan dan perancangan prosedur audit, serta pada saat mengevaluasi kewajaran laporan keuangan secara kesuluruhan. Untuk itu, kemampuan auditor untuk memahami tentang konsep materialitas dalam audit sangat diperlukan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit meningkat jika seorang auditor memiliki profesionalisme dalam dirinya. Ketika masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap profesionalisme auditor, maka hasil audit auditor menjadi panduan yang berarti untuk mengambil keputusan yang bersifat ekonomis. Sebagai auditor profesional, dalam melaksanakan proses audit dan penyusunan laporan keuangan, seorang auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Dalam perencanaan audit, auditor memiliki kemampuan untuk menentukan tingkat materialitas awal, sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semakin auditor itu profesional maka semakin auditor tersebut tepat dalam menentukan tingkat materialitas. Auditor dapat dikatakan profesional bila auditor memiliki pengabdian terhadap profesi.Seorang auditor yang memiliki pengabdian pada profesi yang tinggi, auditor tersebut selalu mengedepankan etika profesi dalam setiap pekerjaannya sehingga auditor dapat semakin tepat dalam menentukan tingkat materialitas. Selain itu, seorang auditor juga dituntut memenuhi kewajiban sosial, sehingga apabila auditor memiliki kesadaran kewajiban sosial yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Dalam bekerja, auditor dituntut wajib memiliki kemandirian. Kemandirian sikap mental yang dimiliki oleh auditor diterapkan dalam merencanakan, melaksanakan pemeriksaan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya termasuk mengukur tingkat materialitas. Selain itu, auditor juga dituntut untuk memiliki keyakinan terhadap profesi.Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh komitmen auditor terhadap pekerjaannya dan kepercayaan auditor terhadap peraturan profesi. Auditor juga dituntut untuk memahami peran dengan sesame profesi.Hubungan yang baik dengan rekan seprofesi menyebabkan sesama auditor bisa memotivasi dalam bekerja berdasarkan etika profesinya sehingga auditor dapat semakin tepat dalam mengukur tingkat materialitas.

Sumber :


Kamis, 20 November 2014

TUGAS 9

PERKEMBANGAN STANDAR ETIKA PROFESI AKUNTANSI

A. Sejarah Perkembangan Etika Profesi Akuntan Indonesia
Profesi akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik dana. Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor. Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

B. Perkembangan Etika Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode, yaitu:
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan, yaitu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.Yang kemudian keduanya dibandingkan. Tujuannya adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal, sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan. Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntan pun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain. Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).

C. Perkembangan Etika Profesi Akuntan di Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Sebelum tahun 1954 di Indonesia telah ada jasa akuntan yang jasanya sangat dirasakan bermanfaat bagi kalangan pebisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Pada tahun 1954 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaiangelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukannasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) danPenanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negerikebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awaltahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan.
Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam suratkeputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejakmemasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhanakan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segiekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapitindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadapprofesi akuntan publik. Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untukmengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) padalaporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung dibawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik,adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. IAI inilah yang mengatur tentang etika profesi akuntansi, dimana semua anggotanya dapat menjalankan tugas sebagai akuntan baik akuntan publik, akuntan yang bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.


TUGAS 8

PERKEMBANGAN STANDAR PROFESI AKUNTAN PUBLIK

Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).

Tipe Standar Profesional
·         Standar Auditing
·         Standar Atestasi
·         Standar Jasa Akuntansi dan Review
·         Standar Jasa Konsultansi
·         Standar Pengendalian Mutu
Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.

Standar Auditing
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).

Pernyataan Standar Auditing (PSA)
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang tercantum didalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk didalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
Standar umum
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar pekerjaan lapangan
Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit.
Standar pelaporan
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh audit.

Standar Atestasi
Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi (1) pemeriksaan (examination), (2) review, dan (3) prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures).
Salah satu tipe pemeriksaan adalah audit atas laporan keuangan historis yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemeriksaan tipe ini diatur berdasarkan standar auditing. Tipe pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan atas informasi keuangan prospektif, diatur berdasarkan pedoman yang lebih bersifat umum dalam standar atestasi. Standar atestasi ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia.

Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.
Sifat pekerjaan non-atestasi tidak menyatakan pendapat, hal ini sangat berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar memadai untuk menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan dalam pekerjaan non-atestasi tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan pendapat akuntan.

Jasa akuntansi yang diatur dalam standar ini antara lain:
Kompilasi laporan keuangan – penyajian informasi-informasi yang merupakan pernyataan manajemen (pemilik) dalam bentuk laporan keuangan
Review atas laporan keuangan - pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas, bahwa tidak terdapat modifikasi material yagn harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
Laporan keuangan komparatif – penyajian informasi dalam bentuk laporan keuangan dua periode atau lebih yang disajikan dalam bentuk berkolom

Standar Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi merupakan panduan bagi praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.
Jasa konsultansi dapat berupa:
Konsultasi (consultation) – memberikan konsultasi atau saran profesional (profesional advise) berdasarkan pada kesepakatan bersama dengan klien. Contoh jenis jasa ini adalah review dan komentar terhadap rencana bisnis buatan klien
Jasa pemberian saran profesional (advisory services) - mengembangkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk dipertimbangkan dan diputuskan oleh klien. Contoh jenis jasa ini adalah pemberian bantuan dalam proses perencanaan strategik
Jasa implementasi - mewujudkan rencana kegiatan menjadi kenyataan. Sumber daya dan personel klien digabung dengan sumber daya dan personel praktisi untuk mencapai tujuan implementasi. Contoh jenis jasa ini adalah penyediaan jasa instalasi sistem komputer dan jasa pendukung yang berkaitan.
Jasa transaksi - menyediakan jasa yang berhubungan dengan beberapa transaksi khusus klien yang umumnya dengan pihak ketiga. Contoh jenis jasa adalah jasa pengurusan kepailitan.
Jasa penyediaan staf dan jasa pendukung lainnya - menyediakan staf yang memadai (dalam hal kompetensi dan jumlah) dan kemungkinan jasa pendukung lain untuk melaksanakan tugas yang ditentukan oleh klien. Staf tersebut akan bekerja di bawah pengarahan klien sepanjang keadaan mengharuskan demikian. Contoh jenis jasa ini adalah menajemen fasilitas pemrosesan data
Jasa produk - menyediakan bagi klien suatu produk dan jasa profesional sebagai pendukung atas instalasi, penggunaan, atau pemeliharaan produk tertentu. Contoh jenis jasa ini adalah penjualan dan penyerahan paket program pelatihan, penjualan dan implementasi perangkat lunak computer

Standar Pengendalian Mutu
Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.
Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jenis jasa audit, atestasi dan konsultansi meliputi:
independensi – meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus mempertahankan independensi
penugasan personel – meyakinkan bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan dimaksud
konsultasi – meyakinkan bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai
supervisi – meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP
pemekerjaan (hiring) – meyakinkan bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan penugasan secara kompeten
pengembangan profesional – meyakinkan bahwa setiap personel memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan pengetahuan memadai bagi personelnya untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP
promosi (advancement) – meyakinkan bahwa semua personel yang terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi.
penerimaan dan keberlanjutan klien – menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada prinsip pertimbangan kehati-hatian (prudence).

Jumat, 24 Oktober 2014

TUGAS 7

Kode Etik Akuntan Publik

Setiap bidang profesi tentunya harus memiliki aturan-aturan khusus atau lebih dikenal dengan istilah “Kode Etik Profesi”. Dalam bidang akuntansi sendiri, salah satu profesi yang ada yaitu Akuntan Publik. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance.
• Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
• Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
• Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
• Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Sebenarnya selama ini belum ada aturan baku yang membahas mengenai kode etik untuk profesi Akuntan Publik. Namun demikian, baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.

Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Kode Etik) ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu.

Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi. Untuk tujuan Kode Etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut ”Praktisi”. Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa profesional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik ini. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini. Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata berbeda dari Kode Etik ini. Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar dan aturan etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang handal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi. Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan global dan tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar atas penyajian Laporan Keuangan, IAPI merasa adanya suatu kebutuhan untuk melakukan percepatan atas proses pengembangan dan pemutakhiran standar profesi yang ada melalui penyerapan Standar Profesi International. Sebagai langkah awal IAPI telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk Standar Profesional Akuntan Publik, Dewan Standar Profesi sedang dalam proses “adoption” terhadap International Standar on Auditing yang direncanakan akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011.

Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru saja diterbitkan oleh IAPI menyebutkan 5 prinsip-prinsip dasar etika profesi, yaitu:
1. Prinsip Integritas
2. Prinsip Objektivitas
3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
4. Prinsip Kerahasiaan
5. Prinsip Perilaku Profesional
Selain itu, Kode Etik Profesi Akuntan Publik juga merinci aturan mengenai hal-hal berikut ini:
1. Seksi 200 Ancaman dan Pencegahan
2. Seksi 210 Penunjukan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP
3. Seksi 220 Benturan Kepentingan
4. Seksi 230 Pendapat Kedua
5. Seksi 240 Imbalan Jasa Profesional dan Bentuk Remunerasi Lainnya
6. Seksi 250 Pemasaran Jasa Profesional
7. Seksi 260 Penerimaan Hadiah atau Bentuk Keramah-Tamahan Lainnya
8. Seksi 270 Penyimpanaan Aset Milik Klien
9. Seksi 280 Objektivitas – Semua Jasa Profesional
10. Seksi 290 Independensi dalam Perikatan Assurance

Kewajiban Bagi Seorang Akuntan Publik (AP) Dan (KAP) Terdapat 5 (Lima) Kewajiban Akuntan Publik Dan KAP Yaitu:
1. Bebas dari kecurangan (fraud), ketidakjujuran dan kelalaian serta menggunakan kemahiran jabatannya (due professional care) dalam menjalankan tugas profesinya.
2. Menjaga kerahasiaan informasi / data yang diperoleh dan tidak dibenarkan memberikan informasi rahasia tersebut kepada yang tidak berhak. Pembocoran rahasia data / informasi klien kepada pihak ketiga secara sepihak merupakan tindakan tercela.
3. Menjalankan PSPM04-2008 tentang Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Pengendalian Mutu (SPM) 2008 yang telah ditetapkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), terutama SPM Seksi 100 tentang Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (SPM-KAP).
4. Mempunyai staf / tenaga auditor yang profesional dan memiliki pengalaman yang cukup. Para auditor tersebut harus mengikuti Pendidikan Profesi berkelanjutan (Continuing Profesion education) sebagai upaya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang audit dan proses bisnis (business process). Dalam rangka peningkatan kapabilitas auditor, organisasi profesi mensyaratkan pencapaian poin (SKP) tertentu dalam kurun / periode waktu tertentu. Hal ini menjadi penting, karena auditor harus senantiasa mengikuti perkembangan bisnis dan profesi audit secara terus menerus.
5. Memiliki Kertas Kerja Audit (KKA) dan mendokumentasikannya dengan baik. KKA tersebut merupakan perwujudan dari langkah-langkah audit yang telah dilakukan oleh auditor dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung (supporting) dari temuan-temuan audit (audit evidence) dan opini laporan audit (audit report). KKA sewaktu-waktu juga diperlukan dalam pembuktian suatu kasus di sidang pengadilan.
Larangan Bagi Seorang Akuntan Publik ( AP ) Dan ( KAP ) Akuntan Publik Dilarang Melakukan 3 (Tiga) Hal :
1. dilarang memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan (general audit) untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 3 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara Akuntan Publik dengan klien yang merugikan pihak lain.
2. apabila Akuntan Publik tidak dapat bertindak independen terhadap pemberi penugasan (klien), maka dilarang untuk memberikan jasa.
3. Akuntan Publik juga dilarang merangkap jabatan yang tidak diperbolehkan oleh ketentuan perundang-undangan / organisasi profesi seperti sebagai pejabat negara, pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta, atau badan hukum lainnya, kecuali yang diperbolehkan seperti jabatan sebagai dosen perguruan tinggi yang tidak menduduki jabatan struktural dan atau komisaris atau komite yang bertanggung jawab kepada komisaris atau pimpinan usaha konsultansi manajemen. Sedangkan, KAP harus menjauhi

Ada 4 larangan yaitu,
1. memberikan jasa kepada suatu pihak, apabila KAP tidak dapat bertindak independen.
2. memberikan jasa audit umum (general audit) atas laporan keuangan untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 5 (lima) tahun.
3. memberikan jasa yang tidak berkaitan dengan akuntansi, keuangan dan manajemen.
4. mempekerjakan atau menggunakan jasa Pihak Terasosiasi yang menolak atau tidak bersedia memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan terhadap Akuntan Publik dan KAP.

Sumber :


TUGAS 6

Aturan Etika Profesi Akuntansi

Etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. Setiap orang memilki rangkaian nilai tersebut, walaupun kita memperhatikanya atau tidak memperhatikanya secara eksplisit. Kebutuhan etika dalam masyarakat sangat mendesak sehingga lazim memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku. Banyaknya nilai etika yang ada tidak dapat dijadikan undang-undang atau peraturan yang berlaku akibat dari sifat nilai-nilai etika itu yang sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.
Perilaku etika dalam profesi akuntansi
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi: 
Ø  Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi. 
Ø  Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi. 
Ø  Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi. 
Ø  Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan. 




Prinsip Etika Profesi Akuntansi
IKATAN AKUNTAN INDONESIA 


Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi .

Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Prolesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Prinsip Kedua - Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
• auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
• eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;
• auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
• ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan
• konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.

Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga
integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.
Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.

Prinsip Keenam - Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.
c. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
• untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
• untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;
• untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesionallainnya;.dan . untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.

Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Sumber :