Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan
untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
Dasar Hukum Perlindungan
Konsumen
Hukum perlindungan konsumen
yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak
konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen
merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam
hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada
tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh
pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan
oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Republik
Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan
atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia,
dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:
·
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat
(1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·
Undang Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999
No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·
Undang Undang No. 5 tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·
Undang Undang No. 30 Tahun 1999
Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun
2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam
Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang
ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·
Surat Edaran Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan
Pengaduan Konsumen
Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU
Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
·
Asas manfaat
Maksud asas ini adalah
untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen
dan pelau usaha secara keseluruhan.
·
Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar
partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
·
Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
·
Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
·
Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar
baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan
Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai
berikut.
·
Meningkatkan kesadaran,
kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
·
mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa.
·
Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
·
Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
·
Menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
·
Meningkatkan kualitas
barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai
barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang
hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang
kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil
terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian
bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia
tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar
oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU
Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
·
Hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
·
Hak untuk memilih dan
mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan .
·
Hak atas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
·
Hak untuk didengar
pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
·
Hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
·
Hak untuk mendapatkan
pembinaan dan pendidikan konsumen.
·
Hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
·
Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
·
Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam
pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang
mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi
dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain
hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat
negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa
kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak
jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan
curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan
demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah
diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur
tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang
melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya
(bab IX, X, dan XI).
Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
·
Membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
·
Beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
·
Membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati;
·
Mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Prinsip-Prinsip perlindungan konsumen
prinsip bertanggung jawab berdasarkan
kelalaian
Tanggung jawab berdasrkan
kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu
suatu tanggung jawabysng ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas
muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya
kerugian pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang
berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak
konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen. Di samping faktor
kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian
produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :
·
Pihak tergugat merupakan
produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan yang
dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
·
Produsen tidak
melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya sesuai dengan standar
yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
·
Konsumen penderita
kerugian.
Kelalaian produsen
merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan
sebab akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen)
Dalam prinsip tanggung
jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami perkembangan dengan tingkat
responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan konsumen, yaitu:
1. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan
Kontrak
Teori murni prinsip
tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab yang
didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan kontrak. Teori ini sangat
merugikan konsumen karena gugatan baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua
syarat, yaitu adanya unsur kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara
produsen dan konsumen. Teori tanggung jawab produk brdasrkan kelalaian tidak
memberikan perlindungan yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen
dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan gugatan kepada produsen, yaitu,
pertama, tuntutan adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat
dengan produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian
konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.
2. Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap
Persyaratan Hubungan Kontrak
Perkembangan tahap kedua
teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang
tetap berdasarkan kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat pengecualian
terhadap persyaratan hubungan kontrak. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
bahwa persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu hambatan konsumen untuk
mengajukan ganti kerugian kepada produsen. Prinsip ini tidak memeihak kepada
kepentingan konsumen, karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami
kerugian atas pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki
kepentingan hukum dengan produsen.
3. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak
Setelah prisip tanggung
jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap hubungan
kontrak sebagai tahap kedua dalam perkembangan substansi hukum tanggung jawab
produk, maka tahap berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab
yang tetep berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya
hubungan kontrak.
4. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan
Pembuktian Terbaik
Tahap pekembangan trakhir
dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah dalam bentuk
modifikasi terhadap prisip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini
bermakna, adanya keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung
jawab berdasarkan kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan
kesalahan. Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung
jawab mutlak.
Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi
Selain mengajukan gugatan
terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum juga memperkenalkan konsumen untuk
mengajukan gugatan atas wanprestasi. Tanggung jawab produsen yang dikenal
dengan wanprestasi adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu
produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak
atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis
maupun lisan. Keuntungab bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini
adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang
tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi
janjinya. Itu berati apabila produsen telah berupaya memenuhi janjinya tetapi
konsumen tetap menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab
untuk mengganti kerugian. Akan tetapi, dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan
wanprestasi terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk
perlindungan hukum terdapat kepentingan konsumen, yaitu :
·
Pembatasan waktu gugatan.
·
Persyaratan
pemberitahuan.
·
Kemungkinan adanya
bantahan.
·
Persyaratan hubungan
kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal maupun vertikal.
Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Asas tanggung jawab ini
dikenal dengan namaproduct liability. Menurut prinsip ini, produsen
wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan
produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability,yakni
unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti
kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar
hukum pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya
hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya.
Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang
merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut
konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di
pihak produsen.
Alasan-alasan mengapa
prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum tentang product
liability adalah :
·
Diantara korban /
konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban kerugian seharusnya
ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
·
Dengan menempatkan /
mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti produsen menjamin bahwa
barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, bilamana terbukti tidak
demikian dia harus bertanggung jawab.
CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN
Berikut adalah contoh kasus perlindungan konsumen listrik.
Di Batam tarif listrik mengalami kenaikan sebesar 14,8% yang
diberlakukan sejak tanggal 1Oktober 2008. Hal ini membuat masyarakat
khususnya dunia usaha mengajukan keberatan atas kenaikan tarif listrik tersebut
karena kenaikan tersebut dapat menyebabkan dunia usaha mengalami gulung tikar
akibat pengelola harus menanggung kenaikan lebih dari 50% dari sebelumnya.
Sesuai dengan penjelasan UU Perlindungan Konsumen, bahwa tarif
atau harga tidak menjadi objek perlindungan konsumen, yang menjadi objek adalah
tentang cara menjual pelaku usaha. Namun, apabila PLN memberikan pelayanan yang
kurang maksimal, maka konsumen dapat melakukan tuntutan kepada PT PLN.
Atas dasar tersebut, Yayasan Lembaga Konsumen Batam mengimbau
kepada masyarakat untuk melakukan pemantauan dan mengajukan tuntutan jika
pelayanan PLN tidak sesuai janjinya.
Sumber:
wikepedia
Trimakasih atas artikelnya yahh Mba,,sangat membantu
BalasHapus