HUKUM DAGANG
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad
pertengahan eropa (1000/1500 SM) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa
dan pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai
pusat perdagangan (Genoa, Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona, dan Negara-negara
lainnya). Tetapi pada saat itu hukum romawi (corpus lurus civilis) tidak dapat
menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru
disamping hukum romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke-17 yang
berlaku bagi golongan yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara dibidang perdagangan (peradilan perdagangan) dan hukum
pedangan ini bersifat unifikasi.
Pengertian
Hukum Dagang
Hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan
memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI)
istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan
menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang
dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara
sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu
tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu
saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk
memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan
dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel)
sebagai pekerjaan sehari-hari.
Ada isitlah lain yang perlu untuk
dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang, yaitu
pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat
ditemukan dalam kitab undang-undanghukum dagang sementara
istilah perusahaan tidak. Pengertian perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2
– 5 kitab undang-undang hukum dagang. Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan
diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa
perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut.
Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan
terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2- 5 kitab
undang-undang hukum dagang sementara
pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.
Hubungan
Hukum Dagang dan Hukum Perdata
Sebelum
mengkaji lebih jauh mengenai pengertian hukum dagang, maka perlu dikemukakan
terlebih dahulu mengenai hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam
segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum
perdata adalah hukum perikatan. Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang
terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing
berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu
prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban
memenuhi prestasi tersebut.
Apabila
dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233
KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang
khusus timbul dari lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ini ada
yang bersumber dari perjanjian dan dapat juga bersumber dari undang-undang.
Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang
timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata
dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan
hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum
dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari
kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai
lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus
mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari
pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa:
“Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga
terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Perkembangan
Hukum Dagang
KUH Perdata dan Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas
konkordansi. Asas Konkordansi menyatakan bahwa hukum yang berlaku di Belanda,
berlaku juga di Hindia Belanda atas dasar asas unifikasi. Wetbook van
Koophandel disahkan oleh Pemerintah Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1
Oktober 1838. Berdasarkan asas konkordansi, diberlakukan di Hindia Belanda
berdasarkan Staatblaad 1847 No. 23 yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848.
Apabila dirunut kebelakang, Wetbook
van Koophandel atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Hindia Belanda) merupakan
turunan dari Code du Commerce, Perancis tahun 1808, namun demikian, tidak semua
isi dari Code du Commerce diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Misalnya
tentang Peradilan khusus yang mengadili perselisihan dalam lapangan perniagaan,
yang dalam code du commerce ditangani oleh lembaga peradilan khusus (speciale
handelrechtbanken), tetapi di Belanda perselisihan ini ditangani dan menjadi
jurisdiksi peradilan biasa.
Sementara
itu, di Perancis sendiri Code du Commerce 1908 merupakan kodifikasi hasil
penggabungan dari dua kodifikasi hukum yang pernah ada dan berlaku sebelumnya,
yaitu Ordonance du Commerce 1963 dan Ordonance de la Marine 1681. Kodifikasi
Perancis yang pertama ini terjadi atas perintah ra Lodewijk.
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1
aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada
masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan
penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami
perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami
perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian
kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan
peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun
tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia
dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada
dasarnya memuat dua (2) substansi besar, yaitu tentang dagang pada umumnya dan
tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelayaran.
Bursa
yang diaitur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat melalui lembaga pasar modal sebagaimana diatur
dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Bursa Komoditi Berjangka yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Terhadap ketentuan wesel, cek, promes, sekalipun belum diubah tetapi lembaga
surat berharga telah dilengkapi dengan berbagai peraturan yang tingkatnya
dibawah UU, khusus untuk Surat Utang Negara (SUN), yang termasuk dalam kategori
surat berharga, diatur dalam UU No. 24 Tahun 2002. Sementara tentang Pertanggungan
(asuransi) telah berkembang menajdi industri yang sangat besar. Pengaturan
terhadap pertanggungan telah mengalami perkembangan yang cukup mendasar,
khususnya dengan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar