Selasa, 20 Januari 2015

kasus pelanggaran etika profesi akuntansi

Nama               : Ratri Puspaningrum
Kelas               : 4EB19
NPM                : 25211905
Harian              : Harian Aceh, 03 November 2014
Tema Artikel    : Korupsi
Judul Artikel    : Usut Korupsi Masif Pemerintah Aceh dan Bumi Gayo


Puluhan mahasiswa dan aktivis anti korupsi (Gerak Aceh, GeRAK Gayo, Komunitas Anti Korupsi, GeRAM, GMNI) yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Bongkar Korupsi (GEMBOK) gelar unjuk rasa di dua lokasi di Banda Aceh,29/10).
Aksi massa ini mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Aceh  untuk melakukan suvervisi dan pengawasan terhadap kinerja sejumlah Kapolresta baik Kota Banda Aceh, Polres Bener Meriah, Polres Aceh Tengah dan Gayo Lues yang terkesan lamban dalam melakukan penuntasan terhadap berbagai indikasi kasus tindak pidana korupsi yang telah ditangani.
“Kami menilai ke empat lembaga kepolisian ini, hingga tahun 2014 tidak ada satupun kasus korupsi yang berhasil dituntaskan dan ini menjadi cerminan bahwa kinerja institusi ini lemah dalam mendorong upaya pemberantasan korupsi di Aceh,” ujar Koordinator Lapangan (Korlap) Ahlaz Rizki saat melakukan aksinya di depan Mapolda Aceh.
Menurut Ahlaz, jika sejumlah Kapolres dan oknum polis tersebut tidak ditindak lanjuti, maka korupsi di Aceh akan terus merajalela dan kemiskinan akan terus melanda Aceh.
“Kami meminta Kapolda harus memiliki komitmen dan berjanji untuk menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang ada di Aceh, khususnya kasus korupsi yang terjadi di Wilayah Aceh yang melibatkan sejumlah pejabat,” teriaknya.
Atas sejumlah permintaan tersebut, salah seorang perwakilan dari Polda Aceh menjumpai para pendemo dan menyatakan akan menyampaikan sejumlah tuntutan tersebut kepada Kapolda Aceh untuk ditindak lanjuti.
“Kapolda Aceh adalah orang yang sangat berkomitmen dalam memberantas korupsi, tentu tuntutan adik-adik dan kawan-kawan pasti akan ditindak lanjuti, untuk itu kami meminta beri kepercayaan kepada institusi kami dalam menuntaskan kasus tersebut,” ujar Iptu Sopian Sori CB.
Mendengar penjelasan tersebut, para pendemopun membubarkan diri dan melanjutkan aksinya menuju ke kantor BPKP. Sampai disana, puluhan pendemo tersebut meminta tim Audit untuk segera mengeluarkan hasil audit sejumlah kasus yang sedang ditangani oleh penegak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian).
“BPKP Aceh harus menjadi garda terdepan dalam membantu institusi aparat hukum dalam mendorong percepatan audit nilai kerugian negara atas kasus yang ditangani,” ujar Abdul Aziz.
Sebab, kata Aziz, berdasarkan data dan kajian, diduga BPKP Aceh terkesan lamban dalam menyerahkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, hal ini seperti kasus dugaan tindak pidana korupsi traktor di Distan Aceh yang terindikasi kerugian negara miliaran rupiah dan hingga 10 bulan sejak kasus ini mencuat tidak ada tanda-tanda akan dituntaskan dan kuat dugaan bahwa lembaga auditor ini sudah dirasuki praktek mafia kasus dan terkesan sebagai pembela koruptor.
“Patut diduga bahwa BPKP telah menjadi kaki tangan para pelaku koruptor dan penyamun di Provinsi Aceh,” teriak Aziz.
Menurutnya, prilaku korupsi telah menjadi sebuah lakon yang sangat berbahaya dan masif dalam sistem pemerintahan Aceh. Hal yang miris ketika para publik menyuarakan pemberantasan korupsi dan melaporkan temuan kasus korupsi ke aparat hukum.
“Namun sangat tragisnya lembaga penegak hukum dan lembaga auditor pemerintah malahan berubah menjadi tempat untuk melindungi para tersangka koruptor,” ungkapnya.
Akibat praktek tersebut, kata Aziz, berdampak kepada lemahnya peranan pihak kepolisian dalam penyidikan kasus korupsi yang sehingga terkesan menjadi salah satu faktor yang menghambat proses pengusutan kasus koropsi di Provinsi Aceh.
Dalam kesempatan itu, Koordinator GeRAK Gayo, Aramiko Aritona menyesalkan lambanya penanganan kasus Korupsi yang terjadi di tubuh pemerintahan Aceh dan dilingkaran pemerintahan di Bumi Gayo.
Sehingga, menjadi salah satu bukti bahwa peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas ditataran  pemerintahan Aceh.
“Kondisi yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan terjadi secara sistemik,” ujar Aramiko.
Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di wilayah Gayo.
“Akibat lemahnya upaya penegakan hukum pada kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh Aparat hukum khususnya kepolisian maka tak jarang  para pelaku begitu leluasa dalam melakukan kejahatan korupsi yang kian mengrogoti Provinsi Aceh dan Bumi Gayo,” teriaknya.
BPKP : Masih Dalam Proses
Sementara itu, Tim Audit BPKP Aceh menyatakan semua kasus tersebut sedang dalam proses dan terus melakukan koordinasi terkait sejumlah dokumen yang tidak lengkap.
“Hasil audit akan bisa dikeluarkan jika memiliki dokumen yang lengkap, kalau tidak lengkap ya tidak bisa kita bekerja,” ujar Tim Audit BPKP, Sidiro saat menemui para pendemo.
Adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014, Kasus dugaan tindak pidana Korupsi Traktor di Dinas Pertanian Aceh, kasus dugaan tindak pidana korupsi bantuan Dana Mesjid di Kabupaten Bener Meriah, kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Bibit Coklat di Dishubun Aceh Tengara.
Kemudian kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan dana PNPM di Kabupaten Simeulue, kasus dugaan tindak pidana korupsi Pasar Pagi Kuala Simpang Aceh Tamiang, kasus dugaan tindak pidana korupsi Alkes RSU Teuku Peukan Aceh Barat Daya, kasus dugaan tindak pidana korupsi Bantuan bagi Kelompok Tani (Gapoktan) di kabupaten Aceh tengara.
Selanjutnya kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelapan dan penyimpangan penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebanyak 65130 Kg di peudada Bireuen, dan Kasus dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Pusat pemerintahan Aceh Timur.
Sedangkan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi di Wilayah Gayo Aceh tahun 2014, Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Gedung KNPI Aceh Tengah, Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Trans Duafa-desa Kala wih Ilang Pengasing Aceh Tengah dan Perambahan Hutan Lindung di Kala Wih Ilang 400 H.A.
Kemudian kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Percetakan Sawah baru desa Karang Ampar-Ketol Aceh Tengah, Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Meunasah dan Mesjid di Bener Meriah, Operasi Tangkap Tangan Potensi Terima suap Honor K2 Bener Meriah.
Selanjutnya perambahan kawasan Hutan lindung 500 H.A Bener Meriah, Indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi dana Bansos dan Hibah APBK Gayo lues, Indikasi dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Rumah Duafa Kilometer 40 Kec.Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, dan Pembangunan Jalan simpang KKA-Umang Isap yang tidak sesuai dengan perencanaan. (Rakyataceh.co)

PEMBAHASAN :
Tanggung Jawab Profesi
Kota Banda Aceh, Polres Bener Meriah, Polres Aceh Tengah dan Gayo Lues yang terkesan lamban dalam melakukan penuntasan terhadap berbagai indikasi kasus tindak pidana korupsi yang telah ditangani. BPKP Aceh terkesan lamban dalam menyerahkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, hal ini seperti kasus dugaan tindak pidana korupsi traktor di Distan Aceh yang terindikasi kerugian negara miliaran rupiah dan hingga 10 bulan sejak kasus ini mencuat tidak ada tanda-tanda akan dituntaskan dan kuat dugaan bahwa lembaga auditor ini sudah dirasuki praktek mafia kasus dan terkesan sebagai pembela koruptor. Maka BPKP tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai auditor dengan profesional.
Kepentingan Publik
salah satu bukti bahwa peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas ditataran  pemerintahan Aceh. Kondisi yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan terjadi secara sistemik. Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di wilayah Gayo. Salah satu bukti bahwa peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas ditataran  pemerintahan Aceh. Kondisi yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan terjadi secara sistemik. Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di wilayah Gayo. Adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014
Integritas
Tindakan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Aceh telah mencoreng  namanya sebagai Auditor. Akibatnya mereka akan kehilangan kepercayaan yang telah ditanamkan masyarakat terhadapnya selama ini. Dikarenakan adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014.
Objektivitas
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Aceh dinyatakan tidak objektif sebab tidak berperan sebagai pihak yang netral dalam memberikan penilaian terhadap hasil pemeriksaan.
Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional
BPKP Aceh dinilai tidak kompetensi karena tidak menuangkan pengalamannya sebagai auditor dalam menanganai kasus. Dan kurangnya kehati-hatian dalam menangani kasus karena ternyata masih banyak kasus yang belum terselesaikan masalahnya.
Prilaku Profesional
BPKP Aceh melanggar prinsip etika prilaku profesional karena dianggap lamban untuk menyelesaikan kasus-kasusnya.
Standar Teknis
BPKP Aceh tidak menjalankan etika etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP). Dimata BPKP telah bertindak tidak obyektif sehingga merusak integritasnya sendiri dimata maysarakat sebagai auditor yang profesional. Etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain :
a. Independensi, integritas, dan obyektivitas
b. Standar umum dan prinsip akuntansi
c. Tanggung jawab kepada klien
d. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
e. Tanggung jawab dan praktik lain



Jumat, 28 November 2014

TUGAS PAPER

PERAN PROFESIONALISME AUDITOR DALAM MENGUKUR TINGKAT
MATERIALITAS PADA PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

RATRI PUSPANINGRUM
UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAKSI
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor dan menerima pendapat wajar tanpa pengecualian, diharapkan dapat memberikan jaminan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material dan disajikan dengan prinsip akuntansi umum diterima. Permintaan utama Profesionalisme seseorang yang bekerja sebagai auditor. Gambar seseorang yang professional dalam profesi auditor tercermin dalam lima dimensi: dedikasi terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan dalam aturan profesi, dan hubungan dengan rekan-rekan. Dalam melakukan audit keuangan laporan, auditor diminta untuk membuat pertimbangan tingkat materialitas dalam perencanaan dan perancangan Audit prosedur, serta penilaian kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
Kata kunci: Auditor Profesionalisme, Materialitas, Pemeriksaan Laporan Keuangan

PENDAHULUAN
Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Laporan keuangan perusahaan dimanfaatkan oleh pemilik perusahaan untuk menilai pengelolaan dana yang  dilakukan oleh manajemen perusahaan. Manejemen perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga agar pertanggungjawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat dipercaya, sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil oleh mereka.Pihak ketiga yang dimaksud di atas adalah akuntan publik. Dari profesi inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas yang tidak memihak
terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002:3). Alasan utama adanya profesi akuntan publik adalah untuk melakukan fungsi pengesahan atau meyakinkan akan kewajaran laporan keuangan. Fungsi pengesahaan ini ada dua tahap: Pertama, auditor harus melakukan pengauditan (pemeriksaan laporan keuangan); hal ini dilakukan untuk memperoleh bukti yang obyektif dan relevan sehingga auditor tersebut dapat menyatakan pendapatnya terhadap laporan keuangan yang diauditnya. Kedua adanya penyusunan laporan keuangan yang dituju kepada pemakai laporan keuangan yang memuat pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan yang bersangkutan (Ikatan Akuntan Publik Indonesia, 2007). Gambaran seorang yang profesional dalam profesi eksternal auditor (Hastuti, Indarto, dan Susilowati, 2003) dicerminkan kedalam lima hal yaitu pengabdian pada profesi (dedication),  kewajiban sosial (socialabligation), hubungan sesama profesi (community affiliation), kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand), dan keyakinan terhadap profesi ( belief selfregulation).Dalam melakukan proses pemeriksaan laporan keuangan, auditor diharuskan untuk melakukan pertimbangan tingkat materialitas dalam perencanaan dan perancangan prosedur audit, serta pada saat mengevaluasi kewajaran laporan keuangan secara kesuluruhan. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dillihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahaan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi, 2002:134). Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik, maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Standar pengauditan mencakup mutu profesional auditor, independensi, pertimbangan yang digunakan dalam laporan pelaksanaan dan penyusunan laporan audit. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa tingkat materialitas merupakan pertimbangan tingkat professional yang harus dilakukan selama proses audit berlangsung.

PEMBAHASAN
Pengertian Audit
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 2006:1). Auditing juga merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002:9). Pemahaman tentang auditing berdasarkan sudut pandang profesi akuntan publik merupakan pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi, 2002:11).

Tipe Audit
Auditing umumnya digolongkan menjadi 3 golongan yakni (Arens dan Loebbecke, 2006):
1. Audit Laporan Keuangan
Audit Laporan Keuangan adalah audit yang  dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam Audit Laporan Keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran Laporan Keuangan atas dasar kesesuainnya dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2. Audit Kepatuhan
Audit kepatuhan adalah audit yang tujuaannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.
3.  Audit Operasional
Audit Operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Pihak yang memerlukan audit opersional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.
Proses Audit
Audit merupakan suatu proses dimana dalam pelaksanaannya harus mengikuti tahap-tahap sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Arens dan Loebbecke (2006), proses audit adalah metodologi pelaksanaan audit yang jelas untuk membantu auditor dalam mengumpulkan bahan bukti pendukung yang kompeten. Untuk mencapai tujuan audit, makadiperlukan beberapa proses dalam pelaksanaannya, terdapat empat tahap audit yaitu:
1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit
Dalam setiap audit ada bermacam-macam cara yang dapat ditempuh seorang auditor dalam pengumpulan bahan bukti untuk mencapai tujuan audit secara keseluruhan. Dua perhitungan yang mempengaruhi pendekatan yang akan dipilih adalah bahan bukti yang kompeten yang cukup yang harus dikumpulkan untuk memenuhi tanggung jawab profesional dari auditor dan biaya pengumpulan barang bukti harus ada.
2. Pengujian pengendalian dan transaksi
Pengujian pengendalian dimaksudkan untuk menguji keefektifan pengendalian yang telah ditetapkan tingkat resikonya berdasarkan identifikasi pengendalian.Pengujian atas transaksi dimaksudkan untuk memeriksadokumentasi transaksi dalam tujuan pengujian atas pengendalian.
3. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo
Prosedur analitis digunakan untuk menetapkan kelayakan transaksi dan saldo secara keseluruhan.Pengujian terinci atas saldo adalah prosedur khusus untuk menguji kekeliruan moneter dalam saldo-saldo laporan keuangan.
4. Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit
Setelah semua prosedur diselesaikan, dilakukan penggabungan seluruh informasi yang didapat untuk memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan. Proses ini sangat subyektif dan sangat tergantung pada pertimbangan profesional auditor.Pengertian Profesionalisme Auditor Bidang akuntansi telah melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan label “profesi”.Badan yang menyusun standar, proses pengujian dan lisensi, asosiasi profesional, dan kode etik merupakan bukti adanya struktur profesional untuk akuntansi dan akuntan. Sikap Profesional tercermin pada pelaksanaan kualitas yang merupakan karakteristik atau tanda suatu profesi atau seorang profesional. Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menerapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan (Herawati dan Susanto, 2009:13-20). Menurut Lekatompessy (2003), profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual, dimana profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Kalbers dan Fogarty, 1995) dalam Wahyudi dan Mardiyah, 2006). Konsep dari profesionalisme lebih ditekankan pada kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan standar pekerjaan tersebut. Sebuah profesi memang menuntut adanya profesionalisme karena sebuah profesi memiliki aturan-aturan yang harus dipenuhi dan ditaati. Profesionalisme bisa dilihat dari perilaku karena perilaku profesional merupakan cerminan dari sikap profesionalisme. Untuk itu, penekanan pada tingkat profesionalisme lebih didasarkan pada sikap seseorang dalam menyingkapi berbagai masalah sehubungan dengan pekerjaan yang harus ditanganinya (Fridati, 2005). Ketika seseorang dengan profesi tertentu mampu bersikapbijaksana dilihat dari tuntutan tanggung jawab sesuai dengan profesinya, maka seseorang  tersebut bisa dikatakan profesional. Pengukuran Profesionalisme AuditorDalam pengukuran seorang auditor yang profesional terdapat lima elemen profesionalisme tersebut yang telah dirumuskan kembali sebagai berikut (Hastuti dkk., 2003):
1. Profesionalisme pengabdian terhadap profesi
Dicerminkan melalui dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki dan tetap melaksanakan profesinya meskipun imbalan ekstrinsiknya berkurang. Pengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif (Noviyani dan Bandi, 2002). Sikap  ini berkaitan dengan ekspresi dari pencurahan diri secara keseluruhan terhadap pekerjaan dan sudah merupakan suatu komitmen pribadi yang kuat, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi.
2. Profesionalisme Hubungan dengan rekan seprofesi
Hubungan dengan sesama profesi menggunakan ikatan profesi sebagai acuan termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.
3.   Profesionalisme kewajiban sosial
Kewajiban sosial merupakan pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Sikap profesionalisme dalam pekerjaan tidak terlepas dari kelompok orang yang menciptakan sistem suatu organisasi tersebut. Hal ini berarti bahwa atribut profesional diciptakan sehingga layak diperlakukan sebagai suatu profesi.
4.   Profesionalisme kemandirian
Kebutuhan untuk mandiri merupakan suatu pandangan seorang professional auditor yang harus mampu membuat keputusan sendiri dalam penentuan tingkat materialitas tanpa tekanan pihak lain. Adanya intervensi yang datang dari luar dianggap sebagai hambatan yang dapat mengganggu otonomi profesional. Banyak orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak bagi mereka dan hak istimewa untuk membuat keputusan-keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Kemandirian akan timbul melalui kebebasan yang diperoleh. Dalam pekerjaan yang terstruktur dan dikendalikan oleh manajemen secara ketat, akan sulit menciptakan tugas yang menimbulkan rasa kemandirian dalam tugas.
5. Profesionalisme keyakinan terhadap peraturan profesi.
Sikap ini adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang dan berhak untuk menilai pekerjaan profesional adalah sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompeten dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. Auditor harus selalu meningkatkan profesionalisme sehingga mereka accountable baik terhadap orang lain ataupun diri sendiri. Oleh karena itu pendidikan profesionalisme berkelanjutan mutlak diperlukan baik menyangkut komputerisasi data kompleksitas transaksi terbaru dibidang audit maupun perubahan dari bidang keuangan yang menyangkut pengukuran nilai mata uang. Pedoman Auditor untuk Berperilaku Profesional Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) berwenang menetapkan standar (pedoman) dan aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan- persyaratan ini dirumuskan oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAPI. Pedoman-pedoman yang bisa menjadi pijakan seorang auditor untuk berperilaku profesionalisme (IAPI, 2007) diantaranya adalah:
1. Standar Auditing
Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Komite Standar Profesional Akuntan Publik IAPI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing.Standar auditing ini sebagai  bentuk penyempurnaan dari standar sebelumnya yang disebut sebagai Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA).
2. Standar kompilasi dan penelaah laporan keuangan
Komite SPAP IAPI dan Compilation and Review Standards Committee  bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai pertanggung jawaban akuntan publik sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak di audit. Pernyataan ini di Amerika serikat disebut Statments on Standards for Accounting and Review Services dan di Indonesia disebut Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review atau PSAR. PSAR disahkan 1 Agustus 1994 menggantikan pernyataan NPA sebelumnya mengenai hal yang sama.
3. Standar atestasi
Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
4. Standar Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi merupakan panduan bagi praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Sifat dan  lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya.Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.
5. Standar Pengendalian Mutu
Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan panduan bagi  kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan PublikInstitut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.Dalam menghasilkan kualitas kerja tinggi seorang auditor harus menerapkan prinsip etika profesional.Tuntutan etika profesi harus diatas hukum tetapi dibawah standar ideal agar etika tersebut mempunyai arti dan berfungsi sebagaimana mestinya.Secara umum ada enam prinsip etika profesi auditor (Herawati dan Susanto, 2009) yaitu tanggung jawab, kepentingan publik, integritas, obyektivitas dan independensi, kecermatan dan keseksamaan, lingkup dan sifat jasa.
Pengertian Materialitas
Materialitas menurut Arens dan Loebbecke (2006:260) adalah jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut. Definisi materialitas tersebut mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan baik keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan. Konsep materialitas menunjukkan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh seorang auditor agar para pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut (Widjaya, 2005 dalam Herawati dan Susanto, 2009). Pedoman materialitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya sesuatu/informasi yang dikatakan material (Wahyudi dan Mardiyah, 2006).Konsep materialitasmenyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi keuangan seharusnya dikomunikasikan dalam laporan akuntansi, hanya informasi yang material yang seharusnya disajikan.Informasi yang tidak material seharusnya diabaikan atau dihilangkan. Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (IAPI, 2007). Beberapa kajian tentang pertimbangan tingkat materialitas berfokus pada penemuan tentang jumlah konsisten yang ada diantara para professional dalam membuat pertimbangan tingkat materialitas (Wahyudi dan Mardiyah, 2006). Penentuan Pertimbangan Tingkat Materialitas Idealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji dalam laporan keuangan yang akan dipandang material. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembanganyang baru. Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan terpenting yang diambil oleh auditor, yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.
Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup.Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan dari pada jumlah yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materilitas. Sebabsebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar. Laporan keuangan mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan disajikan secara tidak wajar dalam semua hal yang material. Salah saji dapat terjadi akibat dari kekeliruan ataupun kecurangan(IAPI,  2007).
Peran Profesionalisme Auditor terhadap Materialtias
Seorang auditor mempertimbangkan tingkat materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Laporan keuangan dapat mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individu maupun keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan yang keliru prinsip akuntansi tersebut, penyimpangan fakta, atau dihilangkannya informasi yang diperlukan (Yendrawati, 2008). Terdapat berbagai tolok ukur dari seorang auditor dapat dikatakan sebagai auditor yang profesional. Adapun tolak ukur tersebut didasarkan pada dimensi-dimensi profesionalisme auditor, diantaranya adalah: pengabdian auditor terhadap profesi, kesadaran auditor akan kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan sesama profesi. Peran profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas mengidentifikasikan hubungan setiap dimensi yang meliputi: pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi, hubungan dengan rekan seprofesi dapat disimpulkan bahwa profesionalisme auditor memiliki arah hubungan positif (Fridati, 2005).
1. Peran Pengabdian terhadap Tingkat Materialitas
Pengabdian terhadap profesi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keungan (Yendrawati, 2008). Namun lain halnya dengan Fridati (2005) yang menyatakan bahwa pengabdian terhadap profesi mempunyai peran positif dalam pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki tingkat pengabdian profesi yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Pengabdian terhadap profesi yang tinggi dapat dilihat dari penggunaan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman auditor dalam menentukan tingkat ketepatan materialitas dan dalam melaksanakan keseluruhan proses audit, keinginan untuk tetap tinggal dan bekerja sebagai auditor apapun yang terjadi dan kepuasan batin yang didapat karena berprofesi sebagai auditor dan memiliki cita-cita sebagai auditor sejak dulu. Jika dilihat secara komprehensif, maka pengabdian kepada profesi seharusnya memiliki pengaruh terhadap tingkat kecermatan auditor dalam menilai batas materialitas. Ketika seorang auditor memliki pengabdian terhadap profesi semakin tinggi berarti semakin tergerak untuk lebih memahami secara detail mengenai batasan dari materialitas itu sendiri.
2. Peran Kewajiban Sosial terhadap Tingkat Materialitas
Kewajiban sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan (Yendrawati, 2008). Pernyataan tersebut berbeda halnya dengan pernyataan Fridati (2005) yang menyatakan bahwa kewajiban sosial mempunyai hubungan positif dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki kesadaran kewajiban sosial yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Kewajiban sosial didefinisikan sebagai kesadaran akan pentingnya profesi auditor di tengah masyarakat dan manfaat yang akan didapat oleh masyarakat dengan adanya profesi auditor tersebut. Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas dipengaruhi oleh kesadaran auditor terhadap kepercayaan publik yang  diberikan padanya. Jika dikaji secara komprehensif juga bisa dinyatakan bahwa seharusnya ketika seorang auditor merasa memiliki kewajiban sosial yang tinggi maka seharusnya memiliki kecermatan yang tinggi pula yang identik dengan
semakin tingginya tingkat materialitas yang dipahami oleh auditor.
3. Peran Kemandirian terhadap Tingkat Materialitas
Kemandirian tidak berhubungan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan (Yendrawati, 2008). Namun Fridati (2005) mengidentifikasi bahwa kemandirian mempunyai peran positif dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki tingkat kemandirian yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Kemandirian sikap mental yang dimiliki oleh auditor diterapkan dalam merencanakan, melaksanakan pemeriksaan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Jika dikaji secara komprehensif juga bisa dinyatakan bahwa ketika  seorang auditor semakin tidak mandiri berarti auditor tersebut mulai berat sebelah dalam memberikan penilaian atas hasil audit untuk kepentingan memberikan perlindungan pada pihak tertentu.
4. Peran Keyakinan terhadap Tingkat Materialitas
Keyakinan terhadap profesi mempunyai peran positif dalam pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan, sehingga apabila auditor memiliki tingkat keyakinan terhadap profesi yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam menentukan pertimbangan tingkat materialitas yang tinggi pula. Keyakinan terhadap profesi merupakan bentuk kepercayaan auditor terhadap kompetensi profesi auditor, bahwa yang berhak untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan seprofesi yang memiliki kompetensi dan pengetahuan di bidang ilmu dan pengetahuan mereka. Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh komitmen auditor terhadap pekerjaannya dan kepercayaan auditor terhadap peraturan profesi (Yendrawati, 2008). Hal ini sependapat dengan Fridati (2005) yang menyatakan bahwa keyakinan terhadap profesi memiliki keterkaitan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Artinya, bila auditor memiliki tingkat keyakinan terhadap profesi yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh komitmen auditor terhadap pekerjaannya dan kepercayaan auditor terhadap peraturan profesi.
5. Peran dengan sesama Profesi terhadap Tingkat Materialitas
Hubungan dengan sesama profesi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan (Yendrawati, 2008). Hasil kajian ini berbeda dengan hasil kajian Fridati (2005) yang menjelaskan bahwa hubungan dengan profesi memiliki peran positif terhadappertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Hubungan dengan sesama  profesi dibuktikan dengan menjadi anggota organisasi profesi, ikut berpartisipasi dan berinteraksi dengan sesama profesi dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh organisasi dan yang paling utama adalah perasaan memiliki organisasi profesi dimana auditor bekerja. Ketepatan penentuan tingkat materialitas ditentukan oleh hubungan auditor dengan sesama profesi. Jika dikaji secara obyektif, maka bisa dijelaskan bahwa ketika auditor tergabung dalam profesi makaseharusnya memiliki komitmen yang semakin tinggi terhadap tugas yang diembannya sehingga mempengaruhi terhadap tingkat kecermatan dalam menilai batasan materialitas.

KESIMPULAN
Dalam melakukan proses audit laporan keuangan, auditor diharuskan untuk melakukan pertimbangan tingkat materialitas dalam perencanaan dan perancangan prosedur audit, serta pada saat mengevaluasi kewajaran laporan keuangan secara kesuluruhan. Untuk itu, kemampuan auditor untuk memahami tentang konsep materialitas dalam audit sangat diperlukan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit meningkat jika seorang auditor memiliki profesionalisme dalam dirinya. Ketika masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap profesionalisme auditor, maka hasil audit auditor menjadi panduan yang berarti untuk mengambil keputusan yang bersifat ekonomis. Sebagai auditor profesional, dalam melaksanakan proses audit dan penyusunan laporan keuangan, seorang auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Dalam perencanaan audit, auditor memiliki kemampuan untuk menentukan tingkat materialitas awal, sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semakin auditor itu profesional maka semakin auditor tersebut tepat dalam menentukan tingkat materialitas. Auditor dapat dikatakan profesional bila auditor memiliki pengabdian terhadap profesi.Seorang auditor yang memiliki pengabdian pada profesi yang tinggi, auditor tersebut selalu mengedepankan etika profesi dalam setiap pekerjaannya sehingga auditor dapat semakin tepat dalam menentukan tingkat materialitas. Selain itu, seorang auditor juga dituntut memenuhi kewajiban sosial, sehingga apabila auditor memiliki kesadaran kewajiban sosial yang tinggi maka akan mengakibatkan auditor memiliki ketepatan dalam pertimbangan materialitas yang tinggi pula. Dalam bekerja, auditor dituntut wajib memiliki kemandirian. Kemandirian sikap mental yang dimiliki oleh auditor diterapkan dalam merencanakan, melaksanakan pemeriksaan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya termasuk mengukur tingkat materialitas. Selain itu, auditor juga dituntut untuk memiliki keyakinan terhadap profesi.Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh komitmen auditor terhadap pekerjaannya dan kepercayaan auditor terhadap peraturan profesi. Auditor juga dituntut untuk memahami peran dengan sesame profesi.Hubungan yang baik dengan rekan seprofesi menyebabkan sesama auditor bisa memotivasi dalam bekerja berdasarkan etika profesinya sehingga auditor dapat semakin tepat dalam mengukur tingkat materialitas.

Sumber :


Kamis, 20 November 2014

TUGAS 9

PERKEMBANGAN STANDAR ETIKA PROFESI AKUNTANSI

A. Sejarah Perkembangan Etika Profesi Akuntan Indonesia
Profesi akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik dana. Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor. Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

B. Perkembangan Etika Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode, yaitu:
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan, yaitu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.Yang kemudian keduanya dibandingkan. Tujuannya adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal, sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan. Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntan pun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain. Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).

C. Perkembangan Etika Profesi Akuntan di Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Sebelum tahun 1954 di Indonesia telah ada jasa akuntan yang jasanya sangat dirasakan bermanfaat bagi kalangan pebisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Pada tahun 1954 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaiangelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukannasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) danPenanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negerikebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awaltahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan.
Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam suratkeputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejakmemasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhanakan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segiekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapitindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadapprofesi akuntan publik. Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untukmengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) padalaporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung dibawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik,adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. IAI inilah yang mengatur tentang etika profesi akuntansi, dimana semua anggotanya dapat menjalankan tugas sebagai akuntan baik akuntan publik, akuntan yang bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.


TUGAS 8

PERKEMBANGAN STANDAR PROFESI AKUNTAN PUBLIK

Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).

Tipe Standar Profesional
·         Standar Auditing
·         Standar Atestasi
·         Standar Jasa Akuntansi dan Review
·         Standar Jasa Konsultansi
·         Standar Pengendalian Mutu
Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.

Standar Auditing
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).

Pernyataan Standar Auditing (PSA)
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang tercantum didalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk didalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
Standar umum
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar pekerjaan lapangan
Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit.
Standar pelaporan
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh audit.

Standar Atestasi
Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi (1) pemeriksaan (examination), (2) review, dan (3) prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures).
Salah satu tipe pemeriksaan adalah audit atas laporan keuangan historis yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemeriksaan tipe ini diatur berdasarkan standar auditing. Tipe pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan atas informasi keuangan prospektif, diatur berdasarkan pedoman yang lebih bersifat umum dalam standar atestasi. Standar atestasi ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia.

Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.
Sifat pekerjaan non-atestasi tidak menyatakan pendapat, hal ini sangat berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar memadai untuk menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan dalam pekerjaan non-atestasi tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan pendapat akuntan.

Jasa akuntansi yang diatur dalam standar ini antara lain:
Kompilasi laporan keuangan – penyajian informasi-informasi yang merupakan pernyataan manajemen (pemilik) dalam bentuk laporan keuangan
Review atas laporan keuangan - pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas, bahwa tidak terdapat modifikasi material yagn harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
Laporan keuangan komparatif – penyajian informasi dalam bentuk laporan keuangan dua periode atau lebih yang disajikan dalam bentuk berkolom

Standar Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi merupakan panduan bagi praktisi (akuntan publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.
Jasa konsultansi dapat berupa:
Konsultasi (consultation) – memberikan konsultasi atau saran profesional (profesional advise) berdasarkan pada kesepakatan bersama dengan klien. Contoh jenis jasa ini adalah review dan komentar terhadap rencana bisnis buatan klien
Jasa pemberian saran profesional (advisory services) - mengembangkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk dipertimbangkan dan diputuskan oleh klien. Contoh jenis jasa ini adalah pemberian bantuan dalam proses perencanaan strategik
Jasa implementasi - mewujudkan rencana kegiatan menjadi kenyataan. Sumber daya dan personel klien digabung dengan sumber daya dan personel praktisi untuk mencapai tujuan implementasi. Contoh jenis jasa ini adalah penyediaan jasa instalasi sistem komputer dan jasa pendukung yang berkaitan.
Jasa transaksi - menyediakan jasa yang berhubungan dengan beberapa transaksi khusus klien yang umumnya dengan pihak ketiga. Contoh jenis jasa adalah jasa pengurusan kepailitan.
Jasa penyediaan staf dan jasa pendukung lainnya - menyediakan staf yang memadai (dalam hal kompetensi dan jumlah) dan kemungkinan jasa pendukung lain untuk melaksanakan tugas yang ditentukan oleh klien. Staf tersebut akan bekerja di bawah pengarahan klien sepanjang keadaan mengharuskan demikian. Contoh jenis jasa ini adalah menajemen fasilitas pemrosesan data
Jasa produk - menyediakan bagi klien suatu produk dan jasa profesional sebagai pendukung atas instalasi, penggunaan, atau pemeliharaan produk tertentu. Contoh jenis jasa ini adalah penjualan dan penyerahan paket program pelatihan, penjualan dan implementasi perangkat lunak computer

Standar Pengendalian Mutu
Standar Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI.
Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jenis jasa audit, atestasi dan konsultansi meliputi:
independensi – meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus mempertahankan independensi
penugasan personel – meyakinkan bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan dimaksud
konsultasi – meyakinkan bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai
supervisi – meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP
pemekerjaan (hiring) – meyakinkan bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan penugasan secara kompeten
pengembangan profesional – meyakinkan bahwa setiap personel memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan pengetahuan memadai bagi personelnya untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP
promosi (advancement) – meyakinkan bahwa semua personel yang terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi.
penerimaan dan keberlanjutan klien – menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada prinsip pertimbangan kehati-hatian (prudence).