Selasa, 20 Januari 2015

kasus pelanggaran etika profesi akuntansi

Nama               : Ratri Puspaningrum
Kelas               : 4EB19
NPM                : 25211905
Harian              : Harian Aceh, 03 November 2014
Tema Artikel    : Korupsi
Judul Artikel    : Usut Korupsi Masif Pemerintah Aceh dan Bumi Gayo


Puluhan mahasiswa dan aktivis anti korupsi (Gerak Aceh, GeRAK Gayo, Komunitas Anti Korupsi, GeRAM, GMNI) yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Bongkar Korupsi (GEMBOK) gelar unjuk rasa di dua lokasi di Banda Aceh,29/10).
Aksi massa ini mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Aceh  untuk melakukan suvervisi dan pengawasan terhadap kinerja sejumlah Kapolresta baik Kota Banda Aceh, Polres Bener Meriah, Polres Aceh Tengah dan Gayo Lues yang terkesan lamban dalam melakukan penuntasan terhadap berbagai indikasi kasus tindak pidana korupsi yang telah ditangani.
“Kami menilai ke empat lembaga kepolisian ini, hingga tahun 2014 tidak ada satupun kasus korupsi yang berhasil dituntaskan dan ini menjadi cerminan bahwa kinerja institusi ini lemah dalam mendorong upaya pemberantasan korupsi di Aceh,” ujar Koordinator Lapangan (Korlap) Ahlaz Rizki saat melakukan aksinya di depan Mapolda Aceh.
Menurut Ahlaz, jika sejumlah Kapolres dan oknum polis tersebut tidak ditindak lanjuti, maka korupsi di Aceh akan terus merajalela dan kemiskinan akan terus melanda Aceh.
“Kami meminta Kapolda harus memiliki komitmen dan berjanji untuk menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang ada di Aceh, khususnya kasus korupsi yang terjadi di Wilayah Aceh yang melibatkan sejumlah pejabat,” teriaknya.
Atas sejumlah permintaan tersebut, salah seorang perwakilan dari Polda Aceh menjumpai para pendemo dan menyatakan akan menyampaikan sejumlah tuntutan tersebut kepada Kapolda Aceh untuk ditindak lanjuti.
“Kapolda Aceh adalah orang yang sangat berkomitmen dalam memberantas korupsi, tentu tuntutan adik-adik dan kawan-kawan pasti akan ditindak lanjuti, untuk itu kami meminta beri kepercayaan kepada institusi kami dalam menuntaskan kasus tersebut,” ujar Iptu Sopian Sori CB.
Mendengar penjelasan tersebut, para pendemopun membubarkan diri dan melanjutkan aksinya menuju ke kantor BPKP. Sampai disana, puluhan pendemo tersebut meminta tim Audit untuk segera mengeluarkan hasil audit sejumlah kasus yang sedang ditangani oleh penegak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian).
“BPKP Aceh harus menjadi garda terdepan dalam membantu institusi aparat hukum dalam mendorong percepatan audit nilai kerugian negara atas kasus yang ditangani,” ujar Abdul Aziz.
Sebab, kata Aziz, berdasarkan data dan kajian, diduga BPKP Aceh terkesan lamban dalam menyerahkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, hal ini seperti kasus dugaan tindak pidana korupsi traktor di Distan Aceh yang terindikasi kerugian negara miliaran rupiah dan hingga 10 bulan sejak kasus ini mencuat tidak ada tanda-tanda akan dituntaskan dan kuat dugaan bahwa lembaga auditor ini sudah dirasuki praktek mafia kasus dan terkesan sebagai pembela koruptor.
“Patut diduga bahwa BPKP telah menjadi kaki tangan para pelaku koruptor dan penyamun di Provinsi Aceh,” teriak Aziz.
Menurutnya, prilaku korupsi telah menjadi sebuah lakon yang sangat berbahaya dan masif dalam sistem pemerintahan Aceh. Hal yang miris ketika para publik menyuarakan pemberantasan korupsi dan melaporkan temuan kasus korupsi ke aparat hukum.
“Namun sangat tragisnya lembaga penegak hukum dan lembaga auditor pemerintah malahan berubah menjadi tempat untuk melindungi para tersangka koruptor,” ungkapnya.
Akibat praktek tersebut, kata Aziz, berdampak kepada lemahnya peranan pihak kepolisian dalam penyidikan kasus korupsi yang sehingga terkesan menjadi salah satu faktor yang menghambat proses pengusutan kasus koropsi di Provinsi Aceh.
Dalam kesempatan itu, Koordinator GeRAK Gayo, Aramiko Aritona menyesalkan lambanya penanganan kasus Korupsi yang terjadi di tubuh pemerintahan Aceh dan dilingkaran pemerintahan di Bumi Gayo.
Sehingga, menjadi salah satu bukti bahwa peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas ditataran  pemerintahan Aceh.
“Kondisi yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan terjadi secara sistemik,” ujar Aramiko.
Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di wilayah Gayo.
“Akibat lemahnya upaya penegakan hukum pada kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh Aparat hukum khususnya kepolisian maka tak jarang  para pelaku begitu leluasa dalam melakukan kejahatan korupsi yang kian mengrogoti Provinsi Aceh dan Bumi Gayo,” teriaknya.
BPKP : Masih Dalam Proses
Sementara itu, Tim Audit BPKP Aceh menyatakan semua kasus tersebut sedang dalam proses dan terus melakukan koordinasi terkait sejumlah dokumen yang tidak lengkap.
“Hasil audit akan bisa dikeluarkan jika memiliki dokumen yang lengkap, kalau tidak lengkap ya tidak bisa kita bekerja,” ujar Tim Audit BPKP, Sidiro saat menemui para pendemo.
Adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014, Kasus dugaan tindak pidana Korupsi Traktor di Dinas Pertanian Aceh, kasus dugaan tindak pidana korupsi bantuan Dana Mesjid di Kabupaten Bener Meriah, kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Bibit Coklat di Dishubun Aceh Tengara.
Kemudian kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan dana PNPM di Kabupaten Simeulue, kasus dugaan tindak pidana korupsi Pasar Pagi Kuala Simpang Aceh Tamiang, kasus dugaan tindak pidana korupsi Alkes RSU Teuku Peukan Aceh Barat Daya, kasus dugaan tindak pidana korupsi Bantuan bagi Kelompok Tani (Gapoktan) di kabupaten Aceh tengara.
Selanjutnya kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelapan dan penyimpangan penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebanyak 65130 Kg di peudada Bireuen, dan Kasus dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Pusat pemerintahan Aceh Timur.
Sedangkan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi di Wilayah Gayo Aceh tahun 2014, Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Gedung KNPI Aceh Tengah, Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Trans Duafa-desa Kala wih Ilang Pengasing Aceh Tengah dan Perambahan Hutan Lindung di Kala Wih Ilang 400 H.A.
Kemudian kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Percetakan Sawah baru desa Karang Ampar-Ketol Aceh Tengah, Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Meunasah dan Mesjid di Bener Meriah, Operasi Tangkap Tangan Potensi Terima suap Honor K2 Bener Meriah.
Selanjutnya perambahan kawasan Hutan lindung 500 H.A Bener Meriah, Indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi dana Bansos dan Hibah APBK Gayo lues, Indikasi dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Rumah Duafa Kilometer 40 Kec.Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, dan Pembangunan Jalan simpang KKA-Umang Isap yang tidak sesuai dengan perencanaan. (Rakyataceh.co)

PEMBAHASAN :
Tanggung Jawab Profesi
Kota Banda Aceh, Polres Bener Meriah, Polres Aceh Tengah dan Gayo Lues yang terkesan lamban dalam melakukan penuntasan terhadap berbagai indikasi kasus tindak pidana korupsi yang telah ditangani. BPKP Aceh terkesan lamban dalam menyerahkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, hal ini seperti kasus dugaan tindak pidana korupsi traktor di Distan Aceh yang terindikasi kerugian negara miliaran rupiah dan hingga 10 bulan sejak kasus ini mencuat tidak ada tanda-tanda akan dituntaskan dan kuat dugaan bahwa lembaga auditor ini sudah dirasuki praktek mafia kasus dan terkesan sebagai pembela koruptor. Maka BPKP tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai auditor dengan profesional.
Kepentingan Publik
salah satu bukti bahwa peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas ditataran  pemerintahan Aceh. Kondisi yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan terjadi secara sistemik. Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di wilayah Gayo. Salah satu bukti bahwa peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas ditataran  pemerintahan Aceh. Kondisi yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan terjadi secara sistemik. Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di wilayah Gayo. Adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014
Integritas
Tindakan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Aceh telah mencoreng  namanya sebagai Auditor. Akibatnya mereka akan kehilangan kepercayaan yang telah ditanamkan masyarakat terhadapnya selama ini. Dikarenakan adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014.
Objektivitas
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Aceh dinyatakan tidak objektif sebab tidak berperan sebagai pihak yang netral dalam memberikan penilaian terhadap hasil pemeriksaan.
Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional
BPKP Aceh dinilai tidak kompetensi karena tidak menuangkan pengalamannya sebagai auditor dalam menanganai kasus. Dan kurangnya kehati-hatian dalam menangani kasus karena ternyata masih banyak kasus yang belum terselesaikan masalahnya.
Prilaku Profesional
BPKP Aceh melanggar prinsip etika prilaku profesional karena dianggap lamban untuk menyelesaikan kasus-kasusnya.
Standar Teknis
BPKP Aceh tidak menjalankan etika etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP). Dimata BPKP telah bertindak tidak obyektif sehingga merusak integritasnya sendiri dimata maysarakat sebagai auditor yang profesional. Etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain :
a. Independensi, integritas, dan obyektivitas
b. Standar umum dan prinsip akuntansi
c. Tanggung jawab kepada klien
d. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
e. Tanggung jawab dan praktik lain



Tidak ada komentar:

Posting Komentar