Nama :
Ratri Puspaningrum
Kelas :
4EB19
NPM :
25211905
Harian :
Harian Aceh, 03 November 2014
Tema
Artikel : Korupsi
Judul
Artikel : Usut Korupsi Masif
Pemerintah Aceh dan Bumi Gayo
Puluhan
mahasiswa dan aktivis anti korupsi (Gerak Aceh, GeRAK Gayo, Komunitas Anti
Korupsi, GeRAM, GMNI) yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Bongkar Korupsi
(GEMBOK) gelar unjuk rasa di dua lokasi di Banda Aceh,29/10).
Aksi
massa ini mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Aceh untuk melakukan
suvervisi dan pengawasan terhadap kinerja sejumlah Kapolresta baik Kota Banda
Aceh, Polres Bener Meriah, Polres Aceh Tengah dan Gayo Lues yang terkesan
lamban dalam melakukan penuntasan terhadap berbagai indikasi kasus tindak
pidana korupsi yang telah ditangani.
“Kami
menilai ke empat lembaga kepolisian ini, hingga tahun 2014 tidak ada satupun
kasus korupsi yang berhasil dituntaskan dan ini menjadi cerminan bahwa kinerja
institusi ini lemah dalam mendorong upaya pemberantasan korupsi di Aceh,” ujar
Koordinator Lapangan (Korlap) Ahlaz Rizki saat melakukan aksinya di depan
Mapolda Aceh.
Menurut
Ahlaz, jika sejumlah Kapolres dan oknum polis tersebut tidak ditindak lanjuti,
maka korupsi di Aceh akan terus merajalela dan kemiskinan akan terus melanda
Aceh.
“Kami
meminta Kapolda harus memiliki komitmen dan berjanji untuk menuntaskan sejumlah
kasus korupsi yang ada di Aceh, khususnya kasus korupsi yang terjadi di Wilayah
Aceh yang melibatkan sejumlah pejabat,” teriaknya.
Atas
sejumlah permintaan tersebut, salah seorang perwakilan dari Polda Aceh menjumpai
para pendemo dan menyatakan akan menyampaikan sejumlah tuntutan tersebut kepada
Kapolda Aceh untuk ditindak lanjuti.
“Kapolda
Aceh adalah orang yang sangat berkomitmen dalam memberantas korupsi, tentu
tuntutan adik-adik dan kawan-kawan pasti akan ditindak lanjuti, untuk itu kami
meminta beri kepercayaan kepada institusi kami dalam menuntaskan kasus
tersebut,” ujar Iptu Sopian Sori CB.
Mendengar
penjelasan tersebut, para pendemopun membubarkan diri dan melanjutkan aksinya
menuju ke kantor BPKP. Sampai disana, puluhan pendemo tersebut meminta tim
Audit untuk segera mengeluarkan hasil audit sejumlah kasus yang sedang
ditangani oleh penegak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian).
“BPKP
Aceh harus menjadi garda terdepan dalam membantu institusi aparat hukum dalam mendorong
percepatan audit nilai kerugian negara atas kasus yang ditangani,” ujar Abdul
Aziz.
Sebab,
kata Aziz, berdasarkan data dan kajian, diduga BPKP Aceh terkesan lamban dalam
menyerahkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, hal ini seperti
kasus dugaan tindak pidana korupsi traktor di Distan Aceh yang terindikasi
kerugian negara miliaran rupiah dan hingga 10 bulan sejak kasus ini mencuat
tidak ada tanda-tanda akan dituntaskan dan kuat dugaan bahwa lembaga auditor
ini sudah dirasuki praktek mafia kasus dan terkesan sebagai pembela koruptor.
“Patut
diduga bahwa BPKP telah menjadi kaki tangan para pelaku koruptor dan penyamun
di Provinsi Aceh,” teriak Aziz.
Menurutnya,
prilaku korupsi telah menjadi sebuah lakon yang sangat berbahaya dan masif dalam
sistem pemerintahan Aceh. Hal yang miris ketika para publik menyuarakan
pemberantasan korupsi dan melaporkan temuan kasus korupsi ke aparat hukum.
“Namun
sangat tragisnya lembaga penegak hukum dan lembaga auditor pemerintah malahan
berubah menjadi tempat untuk melindungi para tersangka koruptor,” ungkapnya.
Akibat
praktek tersebut, kata Aziz, berdampak kepada lemahnya peranan pihak kepolisian
dalam penyidikan kasus korupsi yang sehingga terkesan menjadi salah satu faktor
yang menghambat proses pengusutan kasus koropsi di Provinsi Aceh.
Dalam
kesempatan itu, Koordinator GeRAK Gayo, Aramiko Aritona menyesalkan lambanya
penanganan kasus Korupsi yang terjadi di tubuh pemerintahan Aceh dan
dilingkaran pemerintahan di Bumi Gayo.
Sehingga,
menjadi salah satu bukti bahwa peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus
korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan
interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas
Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas
ditataran pemerintahan Aceh.
“Kondisi
yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo
Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih
ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan
terjadi secara sistemik,” ujar Aramiko.
Akan
tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak
pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses
penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu
dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi
ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di wilayah Gayo.
“Akibat
lemahnya upaya penegakan hukum pada kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh
Aparat hukum khususnya kepolisian maka tak jarang para pelaku begitu
leluasa dalam melakukan kejahatan korupsi yang kian mengrogoti Provinsi Aceh
dan Bumi Gayo,” teriaknya.
BPKP :
Masih Dalam Proses
Sementara
itu, Tim Audit BPKP Aceh menyatakan semua kasus tersebut sedang dalam proses
dan terus melakukan koordinasi terkait sejumlah dokumen yang tidak lengkap.
“Hasil
audit akan bisa dikeluarkan jika memiliki dokumen yang lengkap, kalau tidak
lengkap ya tidak bisa kita bekerja,” ujar Tim Audit BPKP, Sidiro saat menemui
para pendemo.
Adapun
sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan Negara
oleh BPKP Aceh Tahun 2014, Kasus dugaan tindak pidana Korupsi Traktor di Dinas
Pertanian Aceh, kasus dugaan tindak pidana korupsi bantuan Dana Mesjid di
Kabupaten Bener Meriah, kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Bibit
Coklat di Dishubun Aceh Tengara.
Kemudian
kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan dana PNPM di Kabupaten Simeulue,
kasus dugaan tindak pidana korupsi Pasar Pagi Kuala Simpang Aceh Tamiang, kasus
dugaan tindak pidana korupsi Alkes RSU Teuku Peukan Aceh Barat Daya, kasus
dugaan tindak pidana korupsi Bantuan bagi Kelompok Tani (Gapoktan) di kabupaten
Aceh tengara.
Selanjutnya
kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelapan dan penyimpangan penyaluran beras
untuk masyarakat miskin (raskin) sebanyak 65130 Kg di peudada Bireuen, dan
Kasus dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Pusat pemerintahan Aceh Timur.
Sedangkan
sejumlah dugaan tindak pidana korupsi di Wilayah Gayo Aceh tahun 2014, Kasus
Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Gedung KNPI Aceh Tengah, Kasus Dugaan
Tindak Pidana Korupsi Trans Duafa-desa Kala wih Ilang Pengasing Aceh Tengah dan
Perambahan Hutan Lindung di Kala Wih Ilang 400 H.A.
Kemudian
kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Percetakan Sawah baru desa Karang
Ampar-Ketol Aceh Tengah, Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan
Meunasah dan Mesjid di Bener Meriah, Operasi Tangkap Tangan Potensi Terima suap
Honor K2 Bener Meriah.
Selanjutnya perambahan
kawasan Hutan lindung 500 H.A Bener Meriah, Indikasi dugaan Tindak Pidana
Korupsi dana Bansos dan Hibah APBK Gayo lues, Indikasi dugaan tindak pidana
korupsi Pembangunan Rumah Duafa Kilometer 40 Kec.Pintu Rime Gayo, Bener Meriah,
dan Pembangunan Jalan simpang KKA-Umang Isap yang tidak sesuai dengan perencanaan. (Rakyataceh.co)
PEMBAHASAN :
Tanggung Jawab Profesi
Kota
Banda Aceh, Polres Bener Meriah, Polres Aceh Tengah dan Gayo Lues yang terkesan
lamban dalam melakukan penuntasan terhadap berbagai indikasi kasus tindak
pidana korupsi yang telah ditangani. BPKP Aceh terkesan lamban dalam
menyerahkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, hal ini seperti
kasus dugaan tindak pidana korupsi traktor di Distan Aceh yang terindikasi
kerugian negara miliaran rupiah dan hingga 10 bulan sejak kasus ini mencuat
tidak ada tanda-tanda akan dituntaskan dan kuat dugaan bahwa lembaga auditor
ini sudah dirasuki praktek mafia kasus dan terkesan sebagai pembela koruptor.
Maka BPKP tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai auditor dengan
profesional.
Kepentingan Publik
salah satu bukti bahwa
peran pihak kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah
bahkan terkesan sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang
kekuasan seperti kasus pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di
Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan dinas ditataran pemerintahan
Aceh. Kondisi yang sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh
Tengah, dan Gayo Lues) juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh
yang lebih ironisnya keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota
Dewan terjadi secara sistemik. Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat
memiriskan hati seluruh dugaan kasus tindak pidana korupsi tidak satupun
berhasil dituntaskan, padahal diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah
dilakukan tetapi semua kasus menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan
atau tak jarang kasus yang sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan
para penegak hukum di wilayah Gayo. Salah satu bukti bahwa peran pihak
kepolisian dalam membrantas kasus korupsi di Aceh sangat lemah bahkan terkesan
sangat tumpul itu di akibatkan interpensi dari pemegang kekuasan seperti kasus
pengadaan Traktor di Dinas Pertanian, Kasus Boat di Dinas Kelautan dan
Perikanan yang merupakan dinas ditataran pemerintahan Aceh. Kondisi yang
sama juga terjadi pada wilayah gayo (Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues)
juga hampir sama dengan kasus yang terjadi di Banda aceh yang lebih ironisnya
keterlibatan pemegang kekuasaan baik Bupati maupun Anggota Dewan terjadi secara
sistemik. Akan tetapi, kata Aramiko, yang sangat memiriskan hati seluruh dugaan
kasus tindak pidana korupsi tidak satupun berhasil dituntaskan, padahal
diketahui proses penyidikan di kepolisian sudah dilakukan tetapi semua kasus
menemui jalan buntu dan terkesan di peti Es kan atau tak jarang kasus yang
sudah mencuat menjadi ladang dan lahan ATM berjalan para penegak hukum di
wilayah Gayo. Adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan
kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014
Integritas
Tindakan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan
Pembangunan Aceh telah mencoreng namanya sebagai Auditor. Akibatnya
mereka akan kehilangan kepercayaan yang telah ditanamkan masyarakat terhadapnya
selama ini. Dikarenakan
adapun sejumlah kasus korupsi yang belum di audit perhitungan kerugian Keuangan
Negara oleh BPKP Aceh Tahun 2014.
Objektivitas
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Aceh dinyatakan
tidak objektif sebab tidak berperan sebagai pihak yang netral dalam memberikan
penilaian terhadap hasil pemeriksaan.
Kompetensi dan Kehati – hatian
Profesional
BPKP Aceh dinilai tidak kompetensi karena tidak menuangkan
pengalamannya sebagai auditor dalam menanganai kasus. Dan kurangnya
kehati-hatian dalam menangani kasus karena ternyata masih banyak kasus yang
belum terselesaikan masalahnya.
Prilaku Profesional
BPKP Aceh melanggar prinsip etika prilaku profesional karena
dianggap lamban untuk menyelesaikan kasus-kasusnya.
Standar Teknis
BPKP Aceh tidak menjalankan etika etika profesi yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP).
Dimata BPKP telah bertindak tidak obyektif sehingga merusak integritasnya
sendiri dimata maysarakat sebagai auditor yang profesional. Etika profesi
yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan
Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain :
a. Independensi, integritas, dan obyektivitas
b. Standar umum dan prinsip akuntansi
c. Tanggung jawab kepada klien
d. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
e. Tanggung jawab dan praktik lain
b. Standar umum dan prinsip akuntansi
c. Tanggung jawab kepada klien
d. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
e. Tanggung jawab dan praktik lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar